"..our lives aren't just measured in years. The measure in our lives are the people we touch around us"
Lebih dari setahun yang lalu setelah novel The Hunger Games karya Suzanne Collins diangkat ke layar lebar, franchise ini mengalami perubahan yang cukup besar. Mulai dari penyutradaraan yang berubah dari Gary Ross ke Francis Lawrence, hingga level franchise ini yang jauh meningkat setelah salahsatu pemeran utamanya, Jennifer Lawrence, mendapat Oscar tahun ini. Film pertamanya sendiri sukses dan dianggap sebagai penerus Saga Harry Potter dengan penggemar yang tak terhitung banyaknya. Hampir setiap update terbaru tentang film ini mengundang perhatian, terutama bagi pembaca novelnya yang ingin mengetahui siapa yang akan memerankan karakter baru favorit mereka, seperti Finnick Odair dan Johanna Mason. Tak dapat dipungkiri, Lionsgate has found their new money-making machine. Apalagi novel terakhirnya, Mockingjay, akan dipecah menjadi dua film, mengikuti film yang juga diangkat dari novel laris, Harry Potter dan Twilight, semakin memperkuat opini tersebut. Meskipun begitu, franchise ini memang memiliki kekuatan, terutama kisah pemberontakan dan isu sosial yang semakin terasa di buku kedua dan ketiganya.
Keadaan berubah setelah Katniss
Everdeen (Jennifer Lawrence) dan Peeta Mellark (Josh Hutcherson) berhasil
keluar sebagai pemenang The Hunger Games ke-74. Kehidupan mereka tidak akan
pernah lepas dari pengawasan Capitol, terutama setelah tindakan Katniss dan
Peeta sebelum pertandingan berakhir bukan sekedar bentuk ungkapan undying love, namun juga dianggap sebagai sebuah bentuk penentangan terhadap Capitol. Bahkan Presiden Snow (Donald
Sutherland) menganggap bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan untuk
menentang Capitol. Presiden Snow pun mengusahakan cara apapun untuk menyingkirkan
Katniss tanpa melukai citra Capitol. Katniss pun harus menjalani hari-harinya dengan berpura-pura mencintai Peeta, sedangkan hatinya belum bisa lepas dari Gale (Liam Hemsworth). Lewat Gamemaker baru, Plutarch Heavensbee
(Phillip Seymour Hoffman), ia merancang The Hunger Games ke-75 atau juga
disebut The Third Quarter Quell (dimana Capitol merayakan ini 25 tahun sekali
untuk mengingatkan mereka kepada para tributes sekaligus pengingat bahwa Capitol punya kekuasaan)
dengan memilih tributes dari para pemenang Hunger Games yang masih hidup dari masing-masing
distrik. Katniss yang merupakan satu-satunya pemenang
wanita dari Distrik 12 tidak punya pilihan lain selain kembali ke arena dengan
Peeta yang mengajukan diri sebagai peserta meskipun Haymitch Abernathy (Woody
Harrelson) yang terpilih. Dengan musuh baru dengan kekuatan yang jauh lebih
besar dari mereka dan arena yang benar-benar tidak bisa ditebak, Katniss harus tetap
menyadari siapa musuh mereka sebenarnya.
The Hunger Games: Catching Fire sangat berkaitan erat dengan film pertamanya, jadi sangat disarankan untuk menyaksikan film pertamanya, so you won't get lost in the story. Dengan didukung budget yang dua kali lipat lebih besar dibanding film pertamanya, Francis Lawrence jelas harus memberikan sesuatu yang lebih. Dan jujur saja, Francis Lawrence did a good work here. Catching Fire hampir seakurat novelnya. Separuh awal berhasil menggambarkan kegalauan Katnis sementara paruh terakhir diisi ketegangan selama pertandingan ditambah beberapa selipan dialog yang mampu mengundang tawa berhasil membuat 140 menit berlalu tanpa terasa. Beberapa dialog bahkan langsung diambil dari novelnya, yang tentu saja membuat fandomnya kegirangan. Meskipun tentu saja harus ada beberapa bagian yang dibuang dari novelnya, namun film yang naskahnya digarap oleh Simon Beaufoy dan Michael Arndt ini mengekstrak poin-poin penting yang menjadi sajian utama dalam novelnya. Belum lagi sinematografi garapan Jo Willems mampu memberi nilai plus, beberapa scene berhasil tampil cantik dan memukau. Teknik shaky cam yang dibawa Gary Ross di film sebelumnya pun dihilangkan. Seolah belum cukup, masih ada scoring dari James Newton Howard ikut memberikan kontribusi dalam membangun ketegangan.
Di atas itu semua, ada dua poin yang paling utama yang menarik perhatian. Poin pertama adalah desain produksi mulai dari latar setting hingga kostum (atau lebih tepatnya, terutama kostum) semua digarap lebih mendetil. Ketimpangan sosial antara distrik-distrik dan Capitol makin terasa, serta kostum-kostum Effie dan Katniss bahkan juga Peeta terlihat lebih fashionable. Membahas kostum Katniss tentu saja mustahil melupakan Katniss' wedding dress hasil rancangan Tex Saverio yang memang memukau. Poin kedua yakni akting Jennifer Lawrence yang memang luar biasa. Jennifer Lawrence mampu mengirimkan emosi karakter Katniss ke penonton lewat ekspresi dan gerak-geriknya dengan begitu meyakinkan. Sayangnya, Josh Hutcherson masih belum sepenuhnya mampu mengimbangi akting Jennifer Lawrence, meskipun ia juga tidak bisa sepenuhnya dibilang jelek. Kejutan justru datang dari pemain pendukung baru yang proses casting-nya cukup panjang, yakni Sam Claflin sebagai Finnick Odair dan Jenna Malone sebagai Johanna Mason. Sam Claflin mampu memerankan sosok idola Panem dengan pas, sementara Jenna Malone mampu menampilkan sisi badass Johanna nyaris sempurna (terutama ketika ia berteriak ke arah kamera). Phillip Seymour Hoffman yang notabene "pemain baru" meskipun porsi tidak maksimal, namun aktingnya tidak mengecewakan. Beberapa recurring cast seperti Elizabeth Banks, Woody Harrelson, Lenny Kravitz dan terutama Donald Sutherland masih bermain sama bagusnya.
As a novel fan, I'm hugely satisfied. Francis Lawrence berhasil melanjutkan usaha Gary Ross dan bahkan meningkatkan level saga ini. Bahkan endingnya yang meninggalkan cliffhanger tersebut berhasil membuat separuh penonton kesal setengah mati untuk mengetahui kelanjutan nasib Katniss (perlu diketahui bahwa endingnya sama persis seperti di buku) dan masih harus menunggu setahun lagi untuk menemukan jawabannya. Film ini bisa dibilang solid hampir di berbagai aspek sebagai sebuah film adaptasi, or might be one of the best movie adaptation this year. Catching Fire is entertaining and moving at the same time, thanks to the entire casts, especially Jennifer Lawrence (for making that funny face in elevator scene).
Rating: 8.8/ 10
Di atas itu semua, ada dua poin yang paling utama yang menarik perhatian. Poin pertama adalah desain produksi mulai dari latar setting hingga kostum (atau lebih tepatnya, terutama kostum) semua digarap lebih mendetil. Ketimpangan sosial antara distrik-distrik dan Capitol makin terasa, serta kostum-kostum Effie dan Katniss bahkan juga Peeta terlihat lebih fashionable. Membahas kostum Katniss tentu saja mustahil melupakan Katniss' wedding dress hasil rancangan Tex Saverio yang memang memukau. Poin kedua yakni akting Jennifer Lawrence yang memang luar biasa. Jennifer Lawrence mampu mengirimkan emosi karakter Katniss ke penonton lewat ekspresi dan gerak-geriknya dengan begitu meyakinkan. Sayangnya, Josh Hutcherson masih belum sepenuhnya mampu mengimbangi akting Jennifer Lawrence, meskipun ia juga tidak bisa sepenuhnya dibilang jelek. Kejutan justru datang dari pemain pendukung baru yang proses casting-nya cukup panjang, yakni Sam Claflin sebagai Finnick Odair dan Jenna Malone sebagai Johanna Mason. Sam Claflin mampu memerankan sosok idola Panem dengan pas, sementara Jenna Malone mampu menampilkan sisi badass Johanna nyaris sempurna (terutama ketika ia berteriak ke arah kamera). Phillip Seymour Hoffman yang notabene "pemain baru" meskipun porsi tidak maksimal, namun aktingnya tidak mengecewakan. Beberapa recurring cast seperti Elizabeth Banks, Woody Harrelson, Lenny Kravitz dan terutama Donald Sutherland masih bermain sama bagusnya.
As a novel fan, I'm hugely satisfied. Francis Lawrence berhasil melanjutkan usaha Gary Ross dan bahkan meningkatkan level saga ini. Bahkan endingnya yang meninggalkan cliffhanger tersebut berhasil membuat separuh penonton kesal setengah mati untuk mengetahui kelanjutan nasib Katniss (perlu diketahui bahwa endingnya sama persis seperti di buku) dan masih harus menunggu setahun lagi untuk menemukan jawabannya. Film ini bisa dibilang solid hampir di berbagai aspek sebagai sebuah film adaptasi, or might be one of the best movie adaptation this year. Catching Fire is entertaining and moving at the same time, thanks to the entire casts, especially Jennifer Lawrence (for making that funny face in elevator scene).
Rating: 8.8/ 10
No comments:
Post a Comment