"A teacher once told me I was the mistress of self reinvention. It's like having a secret and nobody but me knows I'm doing it. I want to start my life over again"Film terbaru Emily Blunt yang diadaptasi dari novel berjudul sama karangan Paula Hawkins ini sialnya harus masuk bioskop Indonesia sangat terlambat. Tayang worldwide bulan Oktober kemarin, nyatanya The Girl on the Train baru menyambangi bioskop Indonesia di akhir bulan Desember 2016. Film ini menjadi sangat menarik semenjak novelnya dibanding-bandingkan dengan Gone Girl karangan Gillian Flynn yang, sama-sama kita tahu, sangat sukses diterjemahkan ke layar lebar oleh David Fincher dua tahun lalu. Belum lagi novelnya sendiri bercokol di posisi puncak New York Times Fiction Best Seller of 2015 selama 13 minggu berturut-turut. Tentu saja Hollywood bergerak cepat dan mengangkat novelnya ke layar lebar, dengan Tate Taylor yang sebelumnya pernah menggarap The Help di tahun 2011. Dengan materi yang nyaris mirip, banyak yang berharap kalau versi film dari The Girl on the Train ini bisa sekuat Gone Girl.
Sama seperti novelnya, filmnya digambarkan dari tiga sudut pandang wanita, yakni Rachel, Megan dan Anna. Wanita pertama kita adalah Rachel (Emily Blunt) yang gemar pulang pergi naik kereta ke New York hanya untuk memandangi sebuah rumah di jalan Bleckett no 15 yang didiami seorang wanita cantik dan suaminya sebagai gambaran pasangan ideal, mengingatkannya akan kehidupan pernikahannya dulu sebelum bercerai dengan suaminya Tom (Justin Theroux) dan merubajnya menjadi alkoholik. Pasangan yang setiap hari dipandangi Rachel tidak lain adalah wanita kedua kita, yakni Megan (Hayley Bennett) yang tinggal bersama suaminya Scott (Luke Evans). Meskipun terlihat bahagia, Megan menyimpan rahasia yang selalu membuatnya terjaga setiap malam, dan merasa hidupnya tidak bahagia sama sekali. Sementara wanita terakhir kita adalah Anna (Rebecca Ferguson) yang tidak lain adalah istri baru Tom, mantan suami Rachel, yang mempekerjakan Megan sebagai babysitter anaknya, Evie. Satu hari Rachel memergoki Megan bersama pria lain, yang membuat bayangan Rachel akan kehidupan sempurna Megan dan suaminya runtuh seketika. Masalahnya adalah, keesokan harinya Megan menghilang dan Rachel terbangun dalam kondisi berlumuran darah dan tidak ingat kejadian sehari sebelumnya karna ia sendiri mabuk berat. Rachel sendiri khawatir kalau dirinya terlibat atas hilangnya Megan.
Semenjak melihat puluhan review yang memberi kritik negatif terhadap film ini, saya pribadi sudah menurunkan ekspektasi ke level terendah. Toh memang Gone Girl adalah satu masterpiece thriller yang sulit disaingi kualitasnya, mengingat banyak yang pasti membandingkan keduanya. Sedari awal sudah bisa diduga, The Girl on the Train tidak bisa mencapai level setara Gone Girl. Komposisi dasar dari novel Paula Hawkins sendiri sudah cukup menarik, terutama bagi para non-reader. Namun harus diakui, The Girl on the Train tidak pernah bisa se-engaging Gone Girl dalam penuturan kisahnya, terutama sifat thrilling-nya. Pengenalan karakternya di awal sudah menarik, sayangnya tidak dibangun dengan pembangunan konflik yang tepat. Ketimbang sebagai sebuah thriller, The Girl on the Train memang lebih mirip sebuah drama kehidupan tiga wanita. Narasi mendayu-dayu membuat kita merasa lebih simpati dengan Rachel, yang memang punya porsi lebih banyak ketimbang dua wanita lainnya. Aliran kisahnya memang berpotensi berubah jadi boring.
Harus diakui, porsi thriller sendiri memang hanya sepertiga terakhir film, meskipun begitu, penuturan kisahnya masih dalam batasan enjoyable. Dramanya, meskipun mengalami naik turun dalam perjalanannya, masih bisa kita nikmati sementara thriller-nya juga cukup mencekam menjelang ending. Di tengah naik turunnya penuturan kisah selama 112 menit yang arguable whether it's good or bad, mungkin setidaknya kita semua bisa sepakat akan satu hal, bahwa Emily Blunt memberikan segenap kemampuannya sebagai Rachel, wanita depresif yang hancur secara emosional sekaligus haus akan perhatian. Aktingnya sangat menonjol ketimbang aktor lain. Rasanya ini menjadi salahsatu penampilan terbaik Blunt. Sementara Haley Bennett meskipun porsinya tidak sebanyak Blunt, ia masih cukup membuktikan kemampuannya sebagai Megan. Malangnya Rebecca Ferguson tidak banyak mendapat jatah screen time yang cukup untuk membuktikan kemampuannya sebagai Anna. Satu-satunya yang cukup menganggu dari segi casting mungkin hanya Edgar Ramirez yang memerankan Dr. Kamal Abdic. Bukan soal aktingnya, tapi lebih ke miscast. Nama karakternya sudah jelas bukan orang latin, lantas kenapa Ramirez yang terpilih, atau bahkan kenapa Abdic bisa berdialog dalam bahasa Spanyol pada satu adegan, masih menjadi misteri buat saya.
The Girl on the Train punya konsep yang menarik, juga twist-nya buat saya cukup mengejutkan, yang sayangnya hanya bisa berlaku pada non-reader. Mungkin kelemahannya terletak pada gaya penceritaannya yang sama sekali tidak beraroma thriller. Siapapun yang berharap kalau film ini bakal punya nuansa ala Gone Girl seperti yang banyak orang bandingkan karna unsur girl-nya, sebaiknya turunkan ekspektasi. Setidaknya itulah satu-satunya kunci untuk bisa menikmati filmnya.
Rating: 7/10
The Verdict: It ain't Gone Girl. the Girl on the Train has a good premise, but fail to convince by its storytelling. It's more drama and less thrilling, Emily Blunt's performance is our only saviour.
Semenjak melihat puluhan review yang memberi kritik negatif terhadap film ini, saya pribadi sudah menurunkan ekspektasi ke level terendah. Toh memang Gone Girl adalah satu masterpiece thriller yang sulit disaingi kualitasnya, mengingat banyak yang pasti membandingkan keduanya. Sedari awal sudah bisa diduga, The Girl on the Train tidak bisa mencapai level setara Gone Girl. Komposisi dasar dari novel Paula Hawkins sendiri sudah cukup menarik, terutama bagi para non-reader. Namun harus diakui, The Girl on the Train tidak pernah bisa se-engaging Gone Girl dalam penuturan kisahnya, terutama sifat thrilling-nya. Pengenalan karakternya di awal sudah menarik, sayangnya tidak dibangun dengan pembangunan konflik yang tepat. Ketimbang sebagai sebuah thriller, The Girl on the Train memang lebih mirip sebuah drama kehidupan tiga wanita. Narasi mendayu-dayu membuat kita merasa lebih simpati dengan Rachel, yang memang punya porsi lebih banyak ketimbang dua wanita lainnya. Aliran kisahnya memang berpotensi berubah jadi boring.
Harus diakui, porsi thriller sendiri memang hanya sepertiga terakhir film, meskipun begitu, penuturan kisahnya masih dalam batasan enjoyable. Dramanya, meskipun mengalami naik turun dalam perjalanannya, masih bisa kita nikmati sementara thriller-nya juga cukup mencekam menjelang ending. Di tengah naik turunnya penuturan kisah selama 112 menit yang arguable whether it's good or bad, mungkin setidaknya kita semua bisa sepakat akan satu hal, bahwa Emily Blunt memberikan segenap kemampuannya sebagai Rachel, wanita depresif yang hancur secara emosional sekaligus haus akan perhatian. Aktingnya sangat menonjol ketimbang aktor lain. Rasanya ini menjadi salahsatu penampilan terbaik Blunt. Sementara Haley Bennett meskipun porsinya tidak sebanyak Blunt, ia masih cukup membuktikan kemampuannya sebagai Megan. Malangnya Rebecca Ferguson tidak banyak mendapat jatah screen time yang cukup untuk membuktikan kemampuannya sebagai Anna. Satu-satunya yang cukup menganggu dari segi casting mungkin hanya Edgar Ramirez yang memerankan Dr. Kamal Abdic. Bukan soal aktingnya, tapi lebih ke miscast. Nama karakternya sudah jelas bukan orang latin, lantas kenapa Ramirez yang terpilih, atau bahkan kenapa Abdic bisa berdialog dalam bahasa Spanyol pada satu adegan, masih menjadi misteri buat saya.
The Girl on the Train punya konsep yang menarik, juga twist-nya buat saya cukup mengejutkan, yang sayangnya hanya bisa berlaku pada non-reader. Mungkin kelemahannya terletak pada gaya penceritaannya yang sama sekali tidak beraroma thriller. Siapapun yang berharap kalau film ini bakal punya nuansa ala Gone Girl seperti yang banyak orang bandingkan karna unsur girl-nya, sebaiknya turunkan ekspektasi. Setidaknya itulah satu-satunya kunci untuk bisa menikmati filmnya.
Rating: 7/10
The Verdict: It ain't Gone Girl. the Girl on the Train has a good premise, but fail to convince by its storytelling. It's more drama and less thrilling, Emily Blunt's performance is our only saviour.
No comments:
Post a Comment