Jun 7, 2012

Prometheus Review

"Big things have small beginnings"
Prometheus merupakan salah satu most anticipated movies in 2012 karna film ini mulanya merupakan proyek prekuel dari Alien Quadrology yang lebih dulu populer dengan Ellen Ripley. Namun seiring berjalannya proses syuting, rupanya Ridley Scott merubah pikirannya dan membuat cerita film ini berdiri sendiri walaupun nampaknya alien yang ditemui oleh Noomi Rapace sama dengan yang ditemui oleh Sigourney Weaver yang membuat cerita kedua film ini sangat bersinggungan antara satu dan lainnya. Dengan nama besar Ridley Scott di balik layar, film ini jelas punya formula khusus milik Scott yang membuat penggila Alien Quadrology menunggu-nunggu untuk menyaksikan film ini.

Sebuah tim melakukan ekspedisi ke sebuah planet berdasarkan sebuah peta bintang, planet yang diyakini oleh Elizabeth Shaw (Noomi Rapace) dan Charlie Holloway (Logan Marshall-Green) memiliki jawaban atas pertanyaan mengenai kehidupan manusia, termasuk penciptaan atas umat manusia. Namun bagi Meredith Vickers (Charlize Theron) serta David (Michael Fassbender), android yang didesain oleh milyader Peter Weyland (Guy Pearce) untuk ekspedisi ini, ada misi lain dibalik perjalanan ini. Ekspedisi yang mulanya bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan manusia, berubah menjadi misi bertahan hidup ketika ditemukan sinyal yang menandakan bahwa tim tersebut tidak sendirian di planet misterius itu.

Ceritanya mungkin sangat familiar, kunjungan ke sebuah planet misterius dengan misi tertentu dan adanya serangan dari makhluk tersebut. Namun di tangan Ridey Scott, film ini terlihat begitu menarik. Kalau sudah pernah menyaksikan film Alien, mungkin akan paham dengan kata menarik yang saya maksud. Ya, teror dan kengerian yang dihadirkan tersampaikan dengan baik, terutama sosok Alien yang nampaknya memang 'menjaga gengsi' dengan tidak tampil terlalu sering di layar sehingga ketika sosok alien tersebut muncul, hanya kengerian yang bisa dirasakan penonton. Sayang tensi film ini begitu lemah di bagian awal. Ketegangan baru benar-benar dimulai ketika memasuki separuh film dan terus berlanjut hingga akhir film. Selain itu ada banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab di film ini. Saya mengerti mungkin pertanyaan tersebut sengaja dibiarkan 'mengambang' agar masing-masing viewer dapat menginterpretasikan sendiri jawabannya atau mungkin beberapa jawaban disiapkan untuk sekuel film ini, namun rasanya bagi saya ada beberapa pertanyaan yang memerlukan jawaban immediately, yang sayangnya kalau pertanyaan tersebut dibeberkan disini akan mengandung spoiler. Cukup riskan memilih gaya penceritaan seperti ini karna tidak semua penonton rela memeras otak di summer movie seperti ini. Rasanya agak mustahil bagi penonton awam, termasuk saya, untuk memahami isi film ini hanya dengan sekali menonton.


Untuk urusan departemen akting, jangan diragukan. Noomi Rapace  memerankan dengan baik sosok Elizabeth Shaw yang tangguh dalam ketakutannya, walaupun sosok ini belum sekuat karakter Ellen Ripley. Michael Fassbender juga tampil sangat meyakinkan sebagai sosok android yang tidak memiliki perasaan, bahkan gestur tubuhnya juga kaku, sekaku ekspresinya yang misterius. Kedua aktor asal daratan Eropa ini memang sebelumnya sudah memperoleh banyak pujian atas akting yang ditampilkan di beberapa film mereka sebelum Prometheus. Charlize Theron juga mampu memerankan sosok pemimpin dalam Meredith Vickers yang juga misterius dan dingin. Sayang karakter Meredith Vickers bagi saya kurang dikembangkan, mungkin karna memang film ini terfokus pada Elizabeth Shaw. Namun tetap saja rasanya bakat Charlize Theron yang memang sudah terbukti luar biasa hanya numpang lewat semata.

Tampilan setting planet antah berantah di film ini memang luar biasa. Atmosfer planet ini terasa suram dan mengerikan sejak pesawat Prometheus mendarat, bahkan membuat saya merasa memang sebaiknya menjauh saja dari planet ini. Belum lagi kemegahan pesawat luar angkasa yang tampil begitu real dengan dukungan sound system bioskop. Film ini memang dibuat sekelam mungkin oleh Ridley Scott, membawa film genre sci-fi kembali ke formula Alien yang suram dan menakutkan. Adegan alien keluar masuk dari tubuh manusia berkali-kali muncul di film ini, membuat agak mual, walaupun tidak ada adegan yang mampu menyaingi adegan alien yang keluar dari perut John Hurt. Kalau ada sosok alien yang membuat saya bergidik ngeri dan jijik, mungkin hanya sosok alien yang muncul di Alien Quadrology serta Prometheus ini. Dan satu lagi, film ini mengambil gambar dengan kamera 3D bukan konversi, jadi tentu saja 3D di film ini tidak mengecewakan, walaupun mungkin adegan-adegan pop-out sangat sedikit di film ini dan membuat 3D film ini kurang oke bagi sebagian orang. Tapi jika diperhatikan, kedalaman gambar dalam film ini benar-benar luar biasa. Bagaimana film ini mampu memaksimalkan teknologi 3D untuk membuat kita benar-benar merasa di planet antah berantah ini.

Secara keseluruhan film ini cukup memuaskan, terutama bagi penggemar film bergenre dark sci-fi. Seandainya memang ingin menyaksikan film ini, ada baiknya menyaksikan Alien Quadrology karna walapun Prometheus bukan merupakan direct prequel, namun film ini akan lebih mudah dipahami ketika kita telah menyaksikan Alien Universe dan Ripley sebagai heroine. Terlepas dari segala kekurangan, terutama dari segi cerita dan plot hole yang nampaknya memang disengaja, film ini masih layak untuk disaksikan karena sosok alien yang begitu legendaris ini masih memiliki kemampuan untuk menebar teror bagi umat manusia. Dan jangan lupakan sosok Engineers yang masih sangat misterius.

Rating: 8/ 10 

No comments:

Post a Comment