Jan 25, 2014

The World's End Review

"Face it, we are the human race and we don't like being told what to do!"
Duet Edgar Wright dan Simon Pegg plus co-star favorit mereka, Nick Frost, memang sudah dua kali terbukti tidak mengecewakan. Tahun 2004 kita pernah dibawa bertahan hidup dari serangan zombie lewat horror comedy Shaun of the Dead. Kemudian di tahun 2007 kita dibawa menyelidiki kasus pembunuhan lewat action comedy Hot Fuzz. Lalu di tahun 2013, mereka kembali lagi dalam film science fiction comedy yang diberi judul The World's End. Uniknya, ketiga film tersebut saling berkaitan. Pengaitnya bukanlah cerita atau karakter seperti kebanyakan film yang dibuat trilogi, melainkan es krim Cornetto. Itulah sebabnya mengapa ketiga film tersebut disebut sebagai "Three Flavours Cornetto Trilogy". Masing-masing film menampilkan es krim Cornetto dengan rasa berbeda sebagai simbol dari tema filmnya. Strawberry-flavored di Shaun of the Dead untuk memberikan kesan bloody and gory, kemudian Blue Original Cornetto dalam Hot Fuzz sebagai wakil dari tema polisi dan Mint Chocolate Chip untuk The World's End untuk mewakili tema science fiction pada filmnya.

Gary King (Simon Pegg), seorang pria paruh baya yang sedang menjalani rehab, terobsesi untuk menyelesaikan petualangannya di masa muda dulu. Misi yang ia sebut "Golden Mile", dimana ia dan keempat temannya, yakni Andy (Nick Frost), Peter (Eddie Marsan), Steven (Paddy Considine) dan Oliver (Martin Freeman) berkunjung ke 12 pub lokal di kota kelahiran mereka, Newton Haven dan minum bir dari masing-masing pub tersebut. Mereka berlima gagal menyelesaikan misi tersebut di kala muda dan 20 tahun kemudian, Gary ingin mengulang kembali dan berniat menyelesaikan misi tersebut. Dengan berbagai usaha ia membujuk keempat temannya agar mau kembali ke Newton Haven dan menunaikan kembali misi tersebut, meskipun teman-temannya masing-masing sudah memiliki kehidupan masing-masing. Gary sadar bahwa ini bukanlah sesuatu yang mudah, justru yang tidak disadari Gary adalah Newton Haven bukanlah seperti yang dulu.



Dasarnya sebenarnya sederhana, sebuah reuni yang malah berujung bencana. Namun ketika ada Edgar Wright dan Simon Pegg yang terlibat di dalamnya, tema sederhana tersebut menjadi menarik, karena dengan sedikit bumbu a la invasion of the body snatchers namun dalam kadar komedi khas Inggris yang cukup tinggi, film ini berubah menjadi petualangan seru lengkap dengan lelucon-leluconnya yang tanpa henti membuat kita tertawa. Naskahnya sendiri adalah hasil buah tangan Edgar Wright dan Simon Pegg. Sebenarnya ini sama seperti Shaun of the Dead ataupun Hot Fuzz, karena memang ketiganya adalah satu kesatuan yang terkait secara tidak langsung. Kalau Anda memang suka dengan dua film sebelumnya, akan sangat mudah menyukai film ini. Komedi khas Inggris yang dibawakan Edgar Wright dan Simon Pegg memang tetap segar, meskipun dari cara pengambilan gambar sudah begitu familiar, terutama beberapa potongan adegan cepat yang memang sepertinya menjadi ciri khas dalam trilogi ini. Begitu pula dengan aksi-aksinya, termasuk baku hantamnya sendiri yang seru namun tetap diselingi adegan atau dialog berlogat British yang penuh lelucon.

Tentu saja senjata utamanya adalah Simon Pegg, yang bahkan tanpa bicara pun sudah mampu membuat saya tertawa. Gaya bicara Simon Pegg dibarengi dengan ekspresinya beserta setiap kalimat yang keluar dari mulut karakternya menjadi nyawa film ini. Dibarengi dengan Nick Frost yang meskipun perannya sedikit lebih 'serius', tapi nantinya akan berubah menjadi karakter yang sama gilanya dengan karakter Pegg. Ensemble cast-nya pun bukan main-main. Ada Martin Freeman, Paddy Considine dan Eddie Marsan melengkapi reuni gila-gilaan ini. Chemistry mereka berlima sebagai sahabat masa kecil yang bertemu kembali terasa sangat hangat sekaligus gila, seolah mereka memang benar-benar sedang melakukan reuni (yang memang sedikit banyak ada benarnya, karena mereka kebanyakan juga terlibat di dua film pendahulunya). Sebagai pemanis ada Rosamund Pike yang berperan sebagai Sam, menambah 'rasa' film ini, atau kehadiran Pierce Brosnan yang menambah meriahnya film ini. 



Sebagai penutup trilogi Cornetto Tiga Rasa ini, The World's End tetap sama gilanya seperti dua film sebelumnya, dan bagi saya yang memang suka dengan dua film sebelumnya (karena penuh dengan lelucon khas Inggris sekaligus karena memang saya suka Simon Pegg), film ini menjadi penutup yang indah. Meskipun banyak yaang berkatabahwa The World's End adalah bagian terlemah dalam trilogi ini, bagi saya film ini tetap sama segarnya sekaligus mampu membuat saya tertawa. Dan sekarang mari kita sama-sama berharap bahwa ini bukanlah akhir dari kerjasama Edgar Wright, Simon Pegg dan Nick Frost dalam sebuah film, karena jujur saja, saya masih ingin dihibur lagi oleh film-film mereka. 

Rating: 8/ 10

No comments:

Post a Comment