Tahun lalu kita sudah menyaksikan sekumpulan superhero jagoan Marvel Universe bersatu dalam sebuah film epic which is critically and financially success. Jadi, ketika superhero-superhero ini kembali ke dunianya masing-masing, rasanya sulit kalau kita tidak harap-harap cemas. Pokoknya filmnya harus lebih besar dari The Avengers. Alhasil pihak produser harus memutar otak ketika superhero-superhero ini masuk ke Marvel Cinematic Universe Phase 2, tentu saja supaya filmnya tetap sukses. Dan Marvel Cinematic Universe Phase 2 ini dimulai dengan Iron Man 3, sekuel kedua dari superhero yang bisa dibilang adalah pioner The Avengers di layar lebar. Trailer yang super gloomy, walaupun akhirnya disangkal oleh produser bahwa Iron Man 3 tetap punya humor dalam porsi besar, mau tidak mau membuat penonton berharap lebih. Masih tetap dengan Robert Downey Jr. sebagai playboy super kaya yang jenius sekaligus sombong. Namun kali ini penyutradaraan berpindah tangan dari Jon Favreau ke Shane Black, sutradara yang juga pernah mengarahkan Robert Downey Jr. dalam Kiss Kiss Bang Bang."A famous man once said, we create our own demons"
Film ini diawali dengan flashback Tony Stark (Robert Downey Jr.) tentang kejadian di tahun 1999 di Swiss ketika Tony Stark menghadiri sebuah science convention. Saat itu Tony menggandeng seorang wanita bernama Maya (Rebecca Hall) yang juga seorang ilmuwan, bertemu dengan si jenius Aldrich Killian (Guy Pearce) yang menawarkan sebuah kerjasama dalam AIM kepada Tony Stark. Namun kala itu Tony lebih sombong, maka ia tidak mengacuhkan tawaran Aldrich. Lebih dari 13 tahun berlalu, Tony yang kini tinggal bersama Pepper Potts (Gwyneth Paltrow) masih dihantui mimpi tentang kejadian di New York (yang merupakan kejadian di The Avengers). Belum mampu mengatasi trauma psikisnya, tiba-tiba seluruh stasiun tv dibajak oleh seseorang bernama The Mandarin (Ben Kingsley) yang menebar teror bom di beberapa tempat di Amerika. Sekali lagi Tony harus menggunakan armor suit untuk menghentikan teror The Mandarin. Yang tidak disadari Tony adalah ia sedang berhadapan dengan monster yang ia ciptakan sendiri.
Dengan durasi 130 menit, syukurlah Shane Black berhasil mengerahkan segala kemampuannya untuk menciptakan dunia Tony Stark yang sudah susah payah dibangun Jon Favreau di dua film sebelumnya. Hasilnya adalah sebuah film superhero yang beyond expectation. Filmnya berhasil mengungkap sisi lain Tony Stark, bahwa superhero ini tanpa armor suit juga hanyalah seorang manusia biasa. Yang dibalik semua kehebatan itu adalah seorang manusia yang sombong dan berpikir pendek namun jenius luar biasa yang harus bertanggung jawab dengan segala sesuatu yang telah dilakukannya sekaligus melindungi orang-orang yang disayangi, di luar tanggung jawabnya menyelamatkan dunia. Walaupun menyingkap sisi manusiawi Iron Man, filmnya tidak se-gloomy The Dark Knight Rises. Tetap dengan ciri khas Tony Stark sendiri yang memang jarang serius, masih ada ruang bagi penonton untuk tertawa. Dialognya masih dipenuhi dengan humor, hanya saja kali ini porsinya lebih besar. Ada twist kecil (yang cukup berani) yang rupanya berhasil menipu Tony Stark dan penonton. Saya setengah berharap twist ini cuma salah satu kegilaan si karakter antagonis. Twist-nya sedikit banyak kesannya 'menggampangkan' template yang sudah susah-susah dibangun di awal. Yah apa boleh buat, semua ada di tangan script writer. Sebuah pemilihan twist yang riskan, karna jatuhnya bisa kelihatan keren atau konyol di mata penonton (terutama fanboy). Walaupun begitu, cerita yang digarap oleh Drew Pearce dan Shane Black secara keseluruhan berhasil memberikan hiburan bagi penonton.
Porsi action-nya kali ini digarap lebih besar. Ledakan mewarnai hampir di setiap adegan. Dengan armor suit yang kali ini diutak-atik oleh Tony Stark menjadi lebih canggih, visual effect yang dihadirkan juga lebih besar dibanding dua film sebelumnya. Untungnya segala macam ledakan yang sudah dihadirkan tidak berakhir anti klimaks seperti Iron Man 2. Tensi ketegangan dari action-nya sendiri berhasil dijaga Shane Black hingga akhir. Dan untuk melengkapi film ini, Robert Downey Jr. memberikan performa terbaiknya sepanjang penampilannya sebagai Tony Stark. Memang akan sangat sulit memisahkan tokoh Tony Stark dengan Downey Jr. Gwyneth Paltrow pun berhasil ikut-ikutan menaikkan tensi film ini. Dan Don Cheadle yang sebelumnya berhasil menjadi sidekick Iron Man sebagai War Machine, yang kali ini berubah nama menjadi Iron Patriot, juga berhasil memberikan chemistry a la buddy movie dengan Downey Jr. Di sisi antagonis, Ben Kingsley juga berhasil memberikan warna tersendiri sebagai The Mandarin dan tentu saja, Guy Pearce yang kali ini hadir sebagai si jenius yang sinting Aldrich Killian. Well, semua cast bisa dibilang berhasil tampil baik. Yah, lihat saja, cast-nya memang pilihan karena semuanya sudah punya pengalaman dan jam terbang tinggi di dunia perfilman Hollywood.
For me, who don't put huge expectation on it, this movie successfully entertain me. Porsi action besar-besaran tipikal summer movie plus cerita yang menurut saya enjoyable berhasil membuat saya tidak menyadari bahwa 130 menit telah berlalu. Walaupun ada twist yang bisa dibilang menggelikan, setidaknya cerita kejatuhan Iron Man di paruh pertama filmlah yang membuat saya jatuh hati. Oh, karena 3D-nya hanya hasil konversi, maka jangan banyak berharap. Bahkan saya lupa kalau saya sedang menyaksikan format 3D (karena 3D-nya tidak ada rasanya). Oke, intinya film ini berhasil memenuhi syarat sebagai sebuah summer movie yang luar biasa menghibur. Dan mengingat mungkin ini adalah terakhir kalinya RDJ tampil sebagai Tony Stark di film stand alone Iron Man (di luar The Avengers 2), rasanya sulit untuk melewatkan film ini. Kalau nanti Iron Man di-reboot, akan sulit mencari pengganti RDJ. No one can suit up in those iron suit better than Robert Downey Jr.
Rating: 8/ 10
Rating: 8/ 10
No comments:
Post a Comment