Aug 16, 2013

Behind the Candelabra Review


 "I was saved because God looks upon me with special favor"

Seberapa jauh kamu mengenal Liberace? If you have no clue about who Liberace is, I'll give you some. Wladziu Valentino Liberace atau lebih dikenal dengan Liberace atau Li adalah seorang pianis keturunan Italia-Polandia asal Amerika yang terkenaldi era 50 hingga 70-an. Tidak hanya kemampuannya bermain piano yang terkenal, namun juga penampilannya yang flamboyan. Tidak ada kostumnya yang 'biasa' dalam setiap penampilannya, bahkan ia selalu meletakkan candelabra di atas pianonya, membuat banyak orang mempertanyakan orientasi seksualnya. Kehidupan di balik glamournya penampilan Liberace-lah yang diangkat oleh Steven Soderbergh dalam film terakhir Soderbergh sebelum hiatus panjang berjudul Behind The Candelabra ini. Dibintangi oleh Michaael Douglas dan Matt Damon, film ini mungkin tidak banyak menarik perhatian publik kalau Anda tidak familiar dengan karya Soderbergh, bahkan banyak studio Hollywood yang menolak film ini karena katanya "terlalu gay".

Scott Thorson (Matt Damon) hanyalah seorang pemuda biasa berusia 17 tahun yang bercita-cita menjadi dokter hewan. Ketika ia bertemu dengan Bob Black (Scott Bakula) yang seorang produser Hollywood, ia diajak ke Vegas untuk menyaksikan pertunjukan Liberace (Michael Douglas). Kesempatan ini berujung dengan perkenalan antara Scott dan Liberace, dimana akhirnya Liberace menawari Scott kesempatan untuk menjadi asistennya. Semakin lama hubungan Liberace dan Scott lebih jauh dari sekedar hubungan artis dan asistennya, melainkan sepasang kekasih. Liberace yang tertarik dengan kepolosan dalam diri Scott mulai melakukan hal-hal yang berlebihan, bahkan Li ingin membuat Scott menjadi 'versi lebih muda' dirinya dan mengangkat Scott sebagai anak. Scott sendiri rela melakukan apa saja demi Li. Sampai satu titik dimana Li mulai jenuh dan membuat Scott merasa terbuang hingga akhirnya berujung dengan tuntutan Scott pada Li. Scott bahkan membeberkan hubungan mereka ke publik dan membuat Li harus berusaha keras menutupinya.


Diangkat dari memoir karya Scott Thorson yang berjudul Behind the Candelabra: My Life with Liberace yang diterbitkan tahun 1988, film ini mengangkat kehidupan pribadi Liberace dari mata Scott secara berimbang. Didukung skrip garapan Richard LaGravenese, bahkan kita bisa memahami perasaan kaum homoseksual lewat dialog Li dengan Scott tentang "Tuhan masih menyayanginya meskipun ia gay". Tidak ada adegan seks yang eksplisit, jadi sebetulnya studio Hollywood tidak perlu khawatir soal film ini bakal tidak laku dijual. Mungkin mereka lupa ini film Soderbergh. Menceritakan kehidupan Li sejak bertemu Scott hingga akhir hidupnya, pasang surutnya hubungan Li dan Scott mungkin layaknya pasangan normal lainnya, namun kita bisa melihat bagaimana mulut Liberace yang sering membanggakan dirinya berhasil memikat Scott yang akhirnya membuat Scott rela melakukan apa saja demi Li. Semuanya mengalir dengan efektif dan membuat kita sebagai penonton berhasil melalui 114 menit tanpa terasa. Jangan lupakan betapa detail desain produksi yang mampu membuat penampilan Michael Douglas hampir seidentik dan seglamor Liberace, baik sebelum dan sesudah operasi plastik. Bahkan Matt Damon yang sebenarnya sudah berusia 42 tahun pun mampu dimudakan dengan teknik CGI yang mumpuni hingga membuat Matt Damon tampak 20 tahun lebih muda. Tidak hanya itu, bahkan kita dibuat tidak mampu mengenali Rob Lowe.

Tidak ada sentuhan teknis yang berhasil tanpa didukung penampilan yang apik dari aktornya, begitu pula dengan Behind the Candelabra. Michael Douglas dan Matt Damon yang memang sudah sering berkolaborasi dengan Soderbergh ini mampu memberikan performa luar biasa dalam penampilannya. Michael Douglas hampir tidak dapat dikenali, tidak hanya secara fisik, namun juga gesturnya, bahkan nada bicaranya yang seductive terhadap Scott. Itu karena Michael Douglas berhasil menghidupkan kembali sosok Liberace dalam dirinya. Tidak hanya dalam urusan merayu, namun dalam urusan menyembunyikan jati dirinya pun, berhasil dilakukan Douglas dengan gemilang, membuat penampilan Douglas ini layak diganjar nominasi Oscar. Matt Damon mungkin tidak segemilang Michael Douglas, mungkin ia hanya tampil sebagai salahsatu 'berondong' Li. Tapi Matt Damon mampu meyakinkan kita sebagai penonton bahwa ia tidak hanya cocok untuk peran dengan otot yang begitu maskulin, namun juga peran yang juga dengan otot namun lebih feminin. Matt Damon berhasil bertransformasi menjadi sosok Scott yang seolah dibutakan oleh cinta dan kecemburuan. Bahkan dari sorot matanya pun berhasil menggambarkan itu. Dan, ya keduanya menjadi kekuatan utama film ini.


Mungkin film ini tidak sebesar film biopik macam Gandhi atau yang lainnya. Tapi penampilan Michael Douglas sungguh merupakan sebuah penampilan yang layak mendapat nominasi Academy Awards seperti penampilan Ben Kingsley dalam film Gandhi. Adalah sebuah kesalahan studio Hollywood menolak film ini dan membuat film ini 'berakhir' di HBO films dan 'hanya' tayang di jaringan tv kabel US. Mereka seharusnya tidak perlu khawatir karena bahkan Michael Douglas dan Matt Damon tidak menolak untuk tampil lepas dalam karakternya. Bahkan Matt Damon rela hanya mengenakan speedo dan Michael Douglas berpenampilan sebagai pria botak dan gendut. yang membuat film ini seharusnya mampu berhasil seperti Brokeback Mountain. Yah mungkin tidak se-touchy Brokeback Mountain, tapi bahkan Behind the Candelabra berakhir 'shimmery' dibalik scene-nya yang menyentuh, sesuatu yang bahkan tidak dimiliki Brokeback Mountain sekalipun.

Rating: 8.5/ 10

No comments:

Post a Comment