Aug 9, 2013

Trance Review

 
"The memory is not destroyed, it is locked in a cage, and with enough force, enough violence, the lock can be broken"
Bagaimana jika kita lupa tempat menyimpan sesuatu yang sangat berharga bagi kita? Bagaimana cara menemukannya? Padahal kita sama sekali tidak ingat apa-apa mengenai tempat barang tersebut disimpan. Hypnotherapy might be a way to solve the problem. Wait.. is it? Itulah yang diangkat Danny Boyle dalam karya terbarunya yang berjudul Trance. Tidak hanya menjual nama Danny Boyle yang memang sudah dikenal lewat karyanya yang critical acclaim seperti Trainspotting, Slumdog Millionaire hingga 127 Hours, film ini juga punya jajaran kasting yang cukup menjanjikan karena film ini dibintangi James McAvoy, Rosario Dawson hingga Vincent Cassel. Lalu apa sebenarnya makna dari kata Trance itu? Secara harfiah, Trance adalah keadaan di mana seseorang tidak sadarkan diri. Sesuai dengan yang sudah saya sebutkan sebelumnya, disebutkan bahwa hypnotherapy memungkinkan kita mengingat sesuatu dalam keadaan tidak sadar, dan itu memegang peranan penting dalam kisah film ini. Jadi sah-sah saja kalau film ini memasang judul Trance.

Simon Newton (James McAvoy) adalah seorang kurator barang-barang seni. Ketika sebuah lukisan karya Francisco de Goya "Witches in the Air" yang dilelang bernilai 27,5 juta poundsterling raib, Simon ikut terlibat bersama seorang bandar bernama Franck (Vincent Cassel) dan anak buahnya. Sayangnya Simon tidak ingat apa-apa, padahal lukisan tersebut selalu dibawa Simon sebelum berpindah tangan ke Franck. Berusaha mengembalikan ingatan Simon sekaligus menemukan kembali lukisan tersebut, Franck menawarkan Simon sebuah jalan, yakni hypnotherapy. Simon yang tidak punya pilihan lain memilih Elizabeth Lamb (Rosario Dawson) sebagai hypnotherapist yang akan membantunya menemukan lukisan tersebut. Ketika Simon mulai mampu menemukan kembali kepingan-kepingan memorinya melalui terapi hipnotis yang dijalankan Elizabeth, Simon tidak hanya menemukan lokasi di mana lukisan tersebut, tetapi juga kenyataan mengenai masa lalunya yang bahkan mengejutkan Simon.


Dibuka dengan sekitar 10 menit adegan pencurian yang dinarasikan oleh James McAvoy, film ini sudah mampu menarik perhatian karena adegan berbau heist yang tersusun rapi. 30 menit berikutnya, ketika adegan memasuki bagian pencarian lukisan, barulah kita dibuat sadar oleh Danny Boyle bahwa ini sebuah psychological thriller. Tapi tone filmnya tidak serta-merta diubah secara drastis oleh Boyle. Pelan-pelan Boyle mengarahkan film yang semula formulanya terlihat santai, ke arah yang lebih serius. Membawa Anthony Dod Mantle yang juga pernah bekerja sama dengan Danny Boyle lewat Slumdog Millionaire dan 127 Hours selaku cinematographer, visual yang ditampilkan menunjukkan transisi warna dengan dominasi warna kemerahan dan kekuningan yang lebih artistik menjelang konklusi menunjukkan perubahan tersebut. Lewat editing yang rapi dari Jon Harris, batas antara alam bawah sadar dan kenyataan menjadi kabur ketika karakter Simon dalam kondisi terhipnotis. Saat inilah kita harus benar-benar menyimak dengan seksama supaya tidak terjebak dalam ceritanya.

Yang paling menarik sekaligus nilai plus film ini adalah bagaimana twist yang tak terduga di ending dan memelintir persepsi kita yang sudah dibangun sejak awal film. Melalui skenario yang ditulis Joe Ahearne dan John Hodge, film ini sedikit demi sedikit membuka lapis demi lapis kejutannya hingga akhirnya kita cuma bisa terhenyak menyaksikan endingnya, dan itu semua dipresentasikan oleh Boyle dengan baik. Bahkan hingga menit terakhir pun kita masih diberi kejutan dalam konklusi akhirnya. Ditambah lagi Boyle punya tiga aktor sebagai pemeran utama yang mampu menerjemahkan kisah tersebut lewat kemampuan akting mereka. McAvoy mampu tampil sangat baik sebagai Simon yang terintimidasi, baik dalam realita maupun alam bawah sadar. Sedikit mirip dengan karakternya di Wanted, namun tetap sama memikatnya. Begitu pula dengan Vincent Cassel dan Rosario Dawson yang menjadi sentral sekaligus benang merah kisahnya, tampil sama atraktifnya dengan McAvoy. 


Seperti kata orang-orang, film ini mungkin akan mengingatkan dengan Memento atau bahkan Inception karya Nolan. Wajar, mengingat film ini punya konsep dasar mengenai alam bawah sadar yang serupa tapi tak sama, tentu saja dengan presentasi yang berbeda dari Boyle. Tapi yang jelas dengan visual yang bagus, akting yang oke dan tentu saja cerita yang thrilling, Trance menjadi sebuah paket yang pasti memikat buat pecinta thriller dan sayang untuk dilewatkan, terutama para penggemar twisted ending seperti saya. So, mengutip kalimat Elizabeth Lamb yang juga menjadi penutup di film ini, the choice is yours. Do you want to remember or do you want to forget?

Rating: 8.3/10

No comments:

Post a Comment