"It means that we're actually nice to each other, we can get sucked up into Heaven, too. That's the deal"Apa yang terjadi ketika selebriti-selebriti yang memang sering bekerja sama dalam suatu film dikumpulkan menjadi satu dan membuat film dimana mereka memerankan diri mereka sendiri? Itulah yang terjadi dalam film berjudul This is the End ini. Diangkat dari film pendek berjudul Jay and Seth versus the Apocalypse karya Jason Stone dan Evan Goldberg tahun 2007, film ini bertaburan cameo para bintang yang memang sering bekerja sama dalam beberapa film. Sebut saja nama Seth Rogen, Jay Baruchel, Jonah Hill, Danny McBride, Craig Robinson dan James Franco serta nama-nama lain seperti Michael Cera, Christopher Mintz-Plasse, Jason Segel, Paul Rudd, Emma Watson hingga Rihanna, semuanya masing-masing memerankan dirinya. Lewat deretan pemainnya saja sudah terbaca bahwa film ini mengusung genre komedi mengenai kiamat. Lalu bagaimana Seth Rogen dan Evan Goldberg mengangkat tema yang cukup serius, yakni kiamat, in comedic way?
Dec 31, 2013
This Is The End Review
Dec 29, 2013
Side Effects Review
"Depression is an inability to construct a future"Pernah berpikir soal efek samping dari obat-obatan yang kamu konsumsi? Misalnya obat yang Anda konsumsi akan menyebabkan kantuk dan sebagainya. Atau bahkan sekedar meluangkan waktu untuk membaca efek samping tersebut? Jika tidak, mungkin film bisa membuat Anda sedikit lebih concern soal hal tersebut. Ya, setelah tahun 2011 Steven Soderbergh sukses membuat orang-orang percaya soal betapa cepatnya penyakit bisa menyebar bahkan hanya dengan sentuhan di Contagion, Soderbergh kembali ke thriller berlatar dunia medis, hanya saja fokusnya dipersempit menjadi soal masalah psikis dan efek samping dari obat anti depresan. Salahsatu film Soderbergh sebelum hiatus panjang ini bergenre psychological thriller dan seperti karya Soderbergh biasanya, film ini bertabur bintang seperti Jude Law, Rooney Mara, Catherine Zeta Jones dan Channing Tatum.
Dec 26, 2013
The Hobbit: The Desolation of Smaug Review
"When did we allow evil to become stronger than us?"Akhirnya salahsatu film yang paling ditunggu di tahun 2013 dirilis juga. Lanjutan petualangan paman si Frodo Baggins di LOTR, Bilbo Baggins kembali ke layar lebar. Setelah ending film pertamanya dibuat cliffhanger, yang merupakan strategi tepat karena memancing rasa penasaran penonton, Peter Jackson kembali membawa kita berpetualang ke Middle Earth yang seolah tiada habisnya dijelajahi. Materi The Hobbit yang sebenarnya jauh lebih ringan dan lebih singkat dibandingkan LOTR sendiri ini dipecah menjadi tiga semata demi memperpanjang umur Middle Earth di layar lebar sekaligus sumber uang MGM dan New Line Cinema, karena rencana awalnya novel The Hobbit hanya dibagi menjadi dua film. Namun rupanya Peter Jackson dan para petinggi lainnya merasa dua film bukanlah jumlah yang tepat untuk petualangan seepik ini, maka jadilah The Hobbit dibuat trilogi. Sebenarnya yang membuat saya percaya dengan The Hobbit ini adalah tentu saja nama Peter Jackson yang sudah berpengalaman menyutradarai film-film 'besar' yang masih memegang film ini, dan tentu saja pengaruh hipnotis trilogi LOTR yang masih saja menghantui saya.
Snowpiercer Review
"I belong to the front, you belong to the tail. Keep in your place"Tidak bisa dipungkiri, meskipun Korea Selatan hampir selalu identik dengan drama cengeng, tidak sedikit juga drama thriller asal Negeri Gingseng ini yang punya reputasi bagus. Saya pribadi masih memfavoritkan Oldboy sebagai pemuncak film asal Korea Selatan yang paling memikat. Yah, meskipun memang harus diakui bahwa saya bukan tipe penikmat film Asia dan sedikit selektif terhadap film Asia, tapi saya harus akui bahwa Korea Selatan saat ini bisa dibilang sebagai negara Asia yang paling aktif melemparkan filmnya ke pasar internasional. Kali ini saya membicarakan tentang film Snowpiercer, yang disutradarai Bong Joo-Ho. Seandainya Anda tidak familiar dengan namanya, mungkin akan familiar mendengar salahsatu filmnya, yakni The Host (bukan, bukan film Saoirse Ronan yang gaje itu) di tahun 2006, atau Mother di tahun 2009. Diangkat dari novel grafis asal Perancis yang berjudul "Le Transperceneige", film ini dibintangi oleh aktor berbagai ras asal Amerika, Korea Selatan dan Afro Amerika. Ramainya nama-nama populer di poster jelas menjadi daya tarik tersendiri, meskipun film ini tergolong minim promosi dan di Indonesia sendiri ditayangkan di jaringan bioskop terbatas.
Dec 25, 2013
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Review
"Kau yang sanggup menjadikan saya seorang yang gagah berani, kau pula yang sanggup menjadikan saya sengsara selamanya"
Saya pernah menuliskan bahwa menonton film Indonesia di bioskop adalah sebuah pertaruhan. Ya, berbicara soal film Indonesia mungkin cukup sulit, karena memang sedikit sekali film Indonesia yang punya kadar hiburan dan kualitas tinggi secara bersamaan. Atau mungkin bisa dibilang kebanyakan penonton sudah hilang kepercayaan terhadap film Indonesia, termasuk saya. Siapa sih yang mau buang-buang uang untuk film kacangan yang sebenarnya lebih layak jadi sinetron ketimbang film bioskop? Tahun ini kebetulan ada satu novel sastra lama karya Buya Hamka yang difilmkan yang cukup menarik perhatian saya, yakni Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, setelah kegagalan Di Bawah Lindungan Ka’bah yang tidak bisa saya nilai karena hingga detik ini pun saya belum pernah tonton. Jujur saja, saya tertarik menyimak film ini karna faktor saya pernah baca novelnya, itupun karena tugas sekolah (untuk tugas resensi buku seingat saya) serta faktor Reza Rahadian yang meskipun frekuensi munculnya beberapa tahun terakhir cukup mengerikan, tapi tidak bisa dipungkiri ia memang punya kualitas akting yang bagus. Jadi saya mencoba mengambil resiko menonton film ini. Lagipula trailer juga terlihat cukup menarik.
Dec 15, 2013
Frozen Review
"Some people are worth melting for"
Disney sudah sejak lama dikenal
sebagai studio yang hampir selalu menghasilkan
film animasi yang berkualitas. Era awal 90-an merupakan masa kejayaan
Disney. Mulai dari Beauty and the Beast, The Lion King, Tarzan, Aladdin hingga
Mulan, semuanya diakui khalayak tidak hanya memiliki kualitas animasi yang
bagus, namun juga cerita yang menghibur, hingga akhirnya tergusur oleh era
animasi 3D yang dipelopori oleh Pixar dengan Toy Story-nya. Belum lagi gempuran
dari studio lain seperti Dreamworks yang juga mulai memproduksi film animasi.
Ditengah himpitan persaingan yang tinggi, Disney akhirnya bergabung dengan
Pixar dan bekerja sama memproduksi film animasi. Namun Disney tetap memproduksi
film animasinya sendiri meskipun beberapa kurang sukses di pasaran, hingga di
tahun 2010, Disney berhasil comeback
lewat Tangled serta Wreck-It Ralph di tahun 2012. Tahun ini, Disney kembali
dengan film animasi berjudul Frozen.
Subscribe to:
Posts (Atom)