"I belong to the front, you belong to the tail. Keep in your place"Tidak bisa dipungkiri, meskipun Korea Selatan hampir selalu identik dengan drama cengeng, tidak sedikit juga drama thriller asal Negeri Gingseng ini yang punya reputasi bagus. Saya pribadi masih memfavoritkan Oldboy sebagai pemuncak film asal Korea Selatan yang paling memikat. Yah, meskipun memang harus diakui bahwa saya bukan tipe penikmat film Asia dan sedikit selektif terhadap film Asia, tapi saya harus akui bahwa Korea Selatan saat ini bisa dibilang sebagai negara Asia yang paling aktif melemparkan filmnya ke pasar internasional. Kali ini saya membicarakan tentang film Snowpiercer, yang disutradarai Bong Joo-Ho. Seandainya Anda tidak familiar dengan namanya, mungkin akan familiar mendengar salahsatu filmnya, yakni The Host (bukan, bukan film Saoirse Ronan yang gaje itu) di tahun 2006, atau Mother di tahun 2009. Diangkat dari novel grafis asal Perancis yang berjudul "Le Transperceneige", film ini dibintangi oleh aktor berbagai ras asal Amerika, Korea Selatan dan Afro Amerika. Ramainya nama-nama populer di poster jelas menjadi daya tarik tersendiri, meskipun film ini tergolong minim promosi dan di Indonesia sendiri ditayangkan di jaringan bioskop terbatas.
Dikisahkan di masa depan, ketika sebuah eksperimen untuk menghentikan global warming malah menjadi senjata makan tuan, seluruh Bumi membeku dan tertutup es. Para penduduk Bumi yang bertahan tinggal di sebuah kereta super besar yang disebut Snowpiercer ciptaan Wilford (Ed Harris), yang tidak pernah berhenti menghabiskan jalurnya mengelilingi Bumi. Sayangnya kesenjangan sosial terjadi di kereta ini, dimana yang kaya hidup bermewah-mewah di bagian depan, sementara yang miskin hidup serba kekurangan di bagian ekor. Curtis (Chris Evans) beserta sahabatnya Edgar (Jamie Bell) dan 'tetua' di bagian ekor, Gilliam (John Hurt) ingin setiap penumpang kereta ini hidup dengan kasta sosial yang sama tanpa ada perbedaan, maka ia merencanakan sebuah pemberontakan. Ketika anak laki-laki Tanya (Octavia Spencer) direbut secara paksa dan dibawa ke kepala kereta tanpa alasan yang jelas, pemberontakan tak bisa terhindarkan lagi. Dibantu Namgoong Minsu (Song Kang-ho), seorang mantan penjaga keamanan di kereta yang tahu cara menerobos gerbong demi gerbong serta anaknya, Yona (Ko Ah-sung), mereka berusaha mencapai kepala kereta untuk bertemu Wilford dan mengambil alih 'mesin' tersebut.
Untuk sebuah film produksi Korea Selatan, Snowpiercer bisa dikategorikan punya skala masif. Selain ini merupakan film pertama Bong Joo-hon yang dialognya hampir sebagian besar menggunakan bahasa inggris, aktor pendukung juga tidak main-main. Sebenarnya cerita yang disajikan oleh film ini tergolong cukup berat, namun coba dibuat seringan mungkin oleh Jong-hon selaku sutradara sekaligus penulis naskah (bersama Kelly Masterson) ini. Di tengah momen-momen menegangkan, Jong-hon menyelipkan karakter komikal seperti Mason, atau bahkan tingkah laku absurd ayah dan anak, Minsu dan Yona yang merupakan pecandu Kronole, membuat film ini sedikit lebih ringan lewat dark humor-nya. Kesenjangan sosial antara warga di ekor kereta dengan warga di kepala kereta begitu terasa lewat settingan gerbong per gerbong. Meskipun dibungkus dengan nuansa Hollywood, tidak bisa dipungkiri terasa sekali gaya penyutradaraan Joo-ho, terutama 'rasa Korea'-nya yang begitu kental lewat adegan 'fighting'nya, padahal saya tergolong jarang menonton film Korea. Menariknya, setiap masing-masing karakter punya kejutan dan tentu saja, tidak ada yang lebih menarik, setidaknya bagi saya, selain twist yang diletakkan menjelang akhir film, kejutan sekaligus kenyataan yang tersembunyi di balik konflik utama.
Ketika berbicara soal nama-nama besar yang menghiasi posternya, kita akan melihat bahwa hampir semua pemainnya bermain dengan sangat baik. Ada Chris Evans yang berperan sebagai Curtis yang punya motif dan masa lalu mengerikan dengan sangat baik. Ditambah lagi ada Jamie Bell dan John Hurt yang sekilas nampak lalu namun memegang peranan penting di sepanjang film. Atau duo aktor Korea Selatan, Song Kang-ho dan Ko Ah-su yang memerankan karakter ayah anak pecandu Kronol bertingkah aneh yang menyimpan segudang rencana dengan sangat sangat baik. Chemistry mereka tampil begitu meyakinkan. Tapi penampilan terbaiknya mengerucut kepada Tilda Swinton sebagai Mason dengan dandanan super eksentrik dan cenderung bodoh namun tetap mampu membuat kita melihat bahwa ia adalah sosok yang berkuasa sekaligus penuh kelicikan dengan mulut penuh bisa.
Boleh saja ada yang menganggap Snowpiercer punya kemiripan dengan Elysium karya Neil Bloomkamp yang rilis lebih dulu. Toh keduanya memang punya basic yang sama, yakni kesenjangan sosial antar penduduk Bumi. Namun tentu saja keduanya memiliki perbedaan dari segi gaya penyutradaraan maupun eksekusi akhirnya dengan kelebihan masing-masing. Elysium terasa lebih blockbuster dibanding Snowpiercer yang punya sisi artistik lebih tinggi. Satu yang pasti, keduanya punya maksud yang sama, yakni menyindir isu-isu sosial yang memang sudah mulai terjadi di sekitar kita.
Rating: 8.2/ 10
Untuk sebuah film produksi Korea Selatan, Snowpiercer bisa dikategorikan punya skala masif. Selain ini merupakan film pertama Bong Joo-hon yang dialognya hampir sebagian besar menggunakan bahasa inggris, aktor pendukung juga tidak main-main. Sebenarnya cerita yang disajikan oleh film ini tergolong cukup berat, namun coba dibuat seringan mungkin oleh Jong-hon selaku sutradara sekaligus penulis naskah (bersama Kelly Masterson) ini. Di tengah momen-momen menegangkan, Jong-hon menyelipkan karakter komikal seperti Mason, atau bahkan tingkah laku absurd ayah dan anak, Minsu dan Yona yang merupakan pecandu Kronole, membuat film ini sedikit lebih ringan lewat dark humor-nya. Kesenjangan sosial antara warga di ekor kereta dengan warga di kepala kereta begitu terasa lewat settingan gerbong per gerbong. Meskipun dibungkus dengan nuansa Hollywood, tidak bisa dipungkiri terasa sekali gaya penyutradaraan Joo-ho, terutama 'rasa Korea'-nya yang begitu kental lewat adegan 'fighting'nya, padahal saya tergolong jarang menonton film Korea. Menariknya, setiap masing-masing karakter punya kejutan dan tentu saja, tidak ada yang lebih menarik, setidaknya bagi saya, selain twist yang diletakkan menjelang akhir film, kejutan sekaligus kenyataan yang tersembunyi di balik konflik utama.
Ketika berbicara soal nama-nama besar yang menghiasi posternya, kita akan melihat bahwa hampir semua pemainnya bermain dengan sangat baik. Ada Chris Evans yang berperan sebagai Curtis yang punya motif dan masa lalu mengerikan dengan sangat baik. Ditambah lagi ada Jamie Bell dan John Hurt yang sekilas nampak lalu namun memegang peranan penting di sepanjang film. Atau duo aktor Korea Selatan, Song Kang-ho dan Ko Ah-su yang memerankan karakter ayah anak pecandu Kronol bertingkah aneh yang menyimpan segudang rencana dengan sangat sangat baik. Chemistry mereka tampil begitu meyakinkan. Tapi penampilan terbaiknya mengerucut kepada Tilda Swinton sebagai Mason dengan dandanan super eksentrik dan cenderung bodoh namun tetap mampu membuat kita melihat bahwa ia adalah sosok yang berkuasa sekaligus penuh kelicikan dengan mulut penuh bisa.
Boleh saja ada yang menganggap Snowpiercer punya kemiripan dengan Elysium karya Neil Bloomkamp yang rilis lebih dulu. Toh keduanya memang punya basic yang sama, yakni kesenjangan sosial antar penduduk Bumi. Namun tentu saja keduanya memiliki perbedaan dari segi gaya penyutradaraan maupun eksekusi akhirnya dengan kelebihan masing-masing. Elysium terasa lebih blockbuster dibanding Snowpiercer yang punya sisi artistik lebih tinggi. Satu yang pasti, keduanya punya maksud yang sama, yakni menyindir isu-isu sosial yang memang sudah mulai terjadi di sekitar kita.
Rating: 8.2/ 10
No comments:
Post a Comment