"In the end, the whole of life becomes an act of letting go, but what always hurts the most is not taking a moment to say goodbye"
Tantangan dalam mengadaptasi
sebuah novel bukan suatu hal yang mudah, karena film adaptasi novel memiliki ending yang sudah diketahui oleh pembaca
novelnya, sehingga tidak mungkin ending filmnya berbeda dengan novelnya. Maka
tantangannya adalah bagaimana menghidupkan karakter-karakter novel tersebut
menjadi tokoh-tokoh yang menarik di film. Hal ini juga dialami dalam proses
adaptasi film Life of Pi. Rencana pembuatan film ini sudah ada sejak sepuluh
tahun yang lalu, namun terkatung-katung karena sulitnya menerjemahkan
lembaran-lembaran novel ini menjadi sebuah film. Bahkan sudah berpindah-pindah
penyutradaraan, dari M. Night Shyamalan hingga akhirnya Ang Lee memperoleh
kepercayaan penuh untuk menyutradarai film ini. Ang Lee yang memiliki
background cemerlang sebagai seorang sutradara tentu mempercerah harapan
pembaca novelnya. Bukunya sendiri memang bukan buku adventure biasa. Kisahnya
sarat akan makna kepercayaan dan kehidupan. Dan yang unik adalah, film ini
dibuat dalam format 3D. Merupakan sesuatu yang riskan ketika memilih medium 3D
untuk sebuah film drama. Kebanyakan penonton akan berpikir seberapa layak
3D-nya dinikmati, mengingat format 3D umumnya digunakan dalam film action
maupun fantasi.
Kisah ini diawali dengan Pi
dewasa (Irfan Khan)yang mendapat kunjungan seorang novelis (Rafe Spall) yang
tertarik setelah menerima saran dari seseorang yang memberitahunya bahwa ia
akan percaya dengan Tuhan setelah mendengar kisah Pi. Pi sendiri bernama
lengkap Piscine (dinamakan sesuai nama kolam renang di Perancis) Patel, adalah
seorang anak dari pemilik kebun binatang di Pondicherry yang cerdas. Ia tumbuh
dengan kepercayaan Hindu yang kuat. Namun seiring pertumbuhannya, ia
mempelajari Kristen dan Islam, yang baginya menarik sehingga ia memutuskan
untuk menganut ketiga agama tersebut. Ketika Pi menginjak usia remaja (Suraj
Sharma), keluarganya memutuskan untuk pindah ke Kanada, dengan seluruh binatang
di kebun binatang juga diangkut kesana dengan kapal kargo. Namun hidup memang
tidak pernah mudah bagi Pi, karena ketika kapal kargo tersebut bertolak dari
Filipina, kapal tersebut karam dan Pi berhasil menyelamatkan diri dengan
sekoci. Yang tidak disadari Pi adalah, dia berhasil selamat namun menghadapi
bahaya lain, karena ia ternyata naik di sekoci yang sama dengan seekor zebra,
seekor orang utan seekor hyena dan seekor harimau Benggala yang buas bernama
Richard Parker. Maka dimulailah petualangan Pi yang sebenarnya, dimana ia harus
mampu bertahan hidup dengan Richard Parker mengawasi setiap gerak-geriknya.
Awesome. Itulah kalimat pertama
yang terpikir ketika menyaksikan film ini. Saya bukan pembaca novelnya,
sehingga setiap adegan dalam film ini menjadi kejutan bagi saya. Kisahnya yang
sarat makna berhasil disampaikan oleh Ang Lee dengan amat sangat baik tanpa
menggurui sehingga rasanya 127 menit adalah waktu yang sebentar. Perjalanan Pi
dengan Richard Parker menjadi sebuah unforgettable
spiritual journey bagi saya. Selipan-selipan humor juga terasa memperkaya
rasa film ini (bagaimana harimau Benggala itu dinamai Richard Parker). Ditambah
music score dari Mychael Danna yang memberikan ketenangan. Tapi di atas itu
semua adalah penampilan visualnya yang luar biasa cantik. Setengah kekaguman
saya didasarkan atas visualnya yang sangat memanjakan mata. Mulai dari ombak
yang luar biasa ganas hingga air laut yang tenang berhasil divisualisasikan
dengan sangat baik. Format 3D-nya tidak terbuang sia-sia, karena tanpa diduga
3D-nya mampu membantu meresapi kisahnya sendiri, bukan sekedar tempelan untuk
mengeruk keuntungan semata. Begitu pula dengan tampilan Richard Parker yang
full CGI tapi terasa sangat halus, bahkan nampak seperti harimau asli dalam
setiap gesture tubuhnya. Kredit khusus patut diberikan kepada departemen visual
yang bekerja luar biasa sehingga bisa menghasilkan penampilan visual ini.
Dari segi akting, secara
mengejutkan pendatang baru Suraj Sharma memberikan performa maksimalnya sebagai
Pi. Penampilannya sebagai Pi yang terjebak dengan Richard Parker terasa sangat
nyata (padahal Richard Parker hanya CGI) mulai dari ekspresi ketakutan hingga
ekspresi kagum, semua berhasil dikuasainya sehingga rasanya kita benar-benar
sedang menyaksikan Pi, bukan Suraj Sharma. Irfan Khan dan Rafe Spall yang
walapun tidak memperoleh banyak scenes, namun mampu memberikan performa yang
baik. Pemilihan Ang Lee terhadap actor yang tidak dikenal (Suraj Sharma sebagai
Pi) hingga penggantian Tobey Maguire dengan Rafe Spall (karena Ang Lee
menganggap Tobey Maguire terlalu terkenal) bagi saya merupakan keputusan yang
luar biasa tepat, karena maksud dari cerita tersebut jadi tersampaikan ke
penonton.
Di atas itu semua, Life of Pi
adalah sebuah pengalaman sinematografis yang tidak terlupakan. Cerita, akting,
sinematografi bahkan musiknya, semua berpadu saling melengkapi, sehingga
menghasilkan sebuah film yang luar biasa. Ang Lee mampu membuktikan bahwa bisa memfilmkan novel yang menurut sebagian besar orang mustahil. Filmnya mampu memberikan renungan tersendiri bagi penonton tanpai harus memberi nasihat secara gamblang. Hasilnya merupakan salahsatu film terbaik di tahun 2012. I definitely agree if this movie win big at Oscar.
Rating: 9/10
No comments:
Post a Comment