Quentin Tarantino menjadi semacam
salahsatu nama sutradara yang punya penggemar tersendiri. Semenjak Reservoir
Dogs kemudian dilanjutkan dengan Pulp Fiction yang menjadi cult, publik mengenal nama Tarantino sebagai seorang sutradara
dengan karya-karya yang unik dan berbeda dengan kebanyakan film. Sebagian besar
film yang disutradarainya adalah film yang ide ceritanya datang dari buah
pikirannya yang ia tuangkan ke dalam sebuah naskah. Salahsatu ciri khasnya
adalah ia tidak pernah segan menumpahkan kekerasan dalam filmnya. Lihat saja
mulai dari Reservoir Dogs, Pulp Fiction, Kill Bill Vol. 1 & 2, Grindhouse
(kerja sama dengan sahabatnya Robert Rodriguez) hingga Inglorious Basterds,
semuanya memiliki tingkat violence yang tidak biasa. Namun setiap
karyanya yang unik tersebut tetap mampu menarik minat penonton maupun kritikus.
Begitu pula dengan karya teranyar Tarantino, Django Unchained, yang mulai dari
proses pra produksinya sudah mendapat banyak sorotan.
Film yang bersetting sebelum
Perang Sipil ini berkisah tentang seorang budak kulit hitam bernama Django (Jamie
Foxx) yang dibebaskan oleh seorang bounty
hunter asal Jerman, Dr. King
Schultz (Christoph Waltz) untuk membantunya mencari orang buruannya. Sepanjang
perjalanan, rupanya Schultz tertarik dengan pribadi Django sehingga menawarinya
kerjasama dalam profesi bounty hunter. Django
sendiri punya misi untuk mencari istrinya, Broomhilda (Keri Russel) yang telah
menjadi budak dari seorang kaya raya asal Perancis bernama Calvin Candie
(Leonardo Di Caprio) yang gemar mengadu para budaknya. Dengan berhati-hati
mereka melakukan kerjasama dengan Candie agar bisa membebaskan Broomhilda.
Namun rupanya kepala pembantu Candie, Stephen (Samuel L. Jackson) mencium niat
Django dan Schultz dan semakin membuat rumit keadaan.
Berbekal nama besar Tarantino,
Django Unchained menjadi sebuah film yang unik seperti film-film Tarantino
lainnya. Meminjam nama Django yang pada tahun 1966 sudah lebih dulu terkenal
lewat sebuah film cowboy yang sama-sama berjudul Django,
film ini seakan membangkitkan kembali genre western
dengan menghadirkan nuansa cowboy. Dengan
limpahan adegan tembak-menembak, kepala yang pecah dan darah yang mengalir yang
memang sudah menjadi ciri khas Tarantino, tidak membuat film ini terasa hambar.
Kemampuan Tarantino dalam meramu cerita sekaligus menyutradarai dan menyelipkan
humor dalam dialognya (dan kekhasannya) dengan pintar, menjadikan film ini
tetap menarik walaupun settingnya kuno. Robert Richardson yang menangani
sinematografi film ini juga melakukan kerja yang luar biasa. Beberapa adegan, seperti
adegan di malam hari dengan cahaya bulan dan lentera, terlihat simpel tapi
tetap menarik. Belum lagi musik-musik pengiring yang diputar sebagai latar
adegan semakin menambah suasan cowboy
yang dihadirkan.
Seperti biasa, cerita maupun
karakter yang bagus bukanlah apa-apa tanpa casting
yang mumpuni. Nama besar Tarantino mampu mengumpulkan aktor-aktor kelas A untuk
bergabung dalam filmnya. Jamie Foxx mampu tampil baik dalam memerankan Django, mantan
budak yang tidak mau dipandang sebelah mata karena ia hanyalah seorang kulit
hitam dan menyimpan dendam luar biasa hebat terhadap orang-orang yang
menghancurkan hidupnya. Sayangnya akting Jamie Foxx tertutupi oleh Christoph
Waltz yang tampil sebagai King Schultz yang tidak mengenal kasihan namun
prihatin dengan perbudakan yang ada. Namun penampilan yang paling gemilang
menurut saya adalah Leonardo DiCaprio sebagai Candie. Leo tampil sangat-sangat
luar biasa. Mulai dari tatapan mata dan gestur tubuhnya, mampu membuat saya
ketakutan. Bahkan dalam keadaan tertawa lebar pun, rasanya tetap ada rasa
dingin dalam setiap dialognya, seperti ia bisa meledak setiap saat. Adegan-adegan
dimana Christoph Waltz dan Leo DiCaprio berinteraksi adalah adegan paling luar
biasa karena mampu menghadirkan aura yang mampu membuat merinding. Sebagai
pelengkap, hadir Samuel L. Jackson yang tanpa disangka-sangka tampil mencuri
perhatian sebagai kepala pelayan yang luar biasa licik.
Django Unchained mampu hadir
sebagai film dengan tema yang unsual
di era modern saat ini. Dengan kualitas Tarantino sebagai seorang sutradara maupun
penulis cerita, menjadikan film ini sayang jika dilewatkan begitu saja. Tarantino
mampu mengkombinasikan revenge, ruthless characters
and a bit sense of humor di dalam ceritanya dengan intensitas violence yang tidak biasa sehingga mampu
menambah tensi filmnya sendiri. So if you’re
interested, you may take your time to watch this movie. Oh, and this is Django.
The D is silent.
Rating: 8.5/ 10
No comments:
Post a Comment