If you hear a word ‘Oz’, what would be crossed in your mind? The
Wizard of Oz, film Judy Garland yang dirilis tahun 1939 yang masih disukai
orang hingga sekarang? That makes sense, mengingat
betapa legendarisnya film tersebut. Lalu ketika prekuel untuk film ini dibuat,
orang-orang memasang ekspektasi tinggi. Lihat saja, ada nama James Franco,
Rachel Weisz, Michelle Williams dan Mila Kunis, tampil dalam satu film! Belum
lagi nama yang luar biasa terkenal di balik suksesnya Trilogi Spider-Man, Sam
Raimi. Maka wajar rasanya kalau orang menaruh ekspektasi yang besar. Sedangkan
saya yang, yeah it’s a shame, belum
pernah nonton The Wizard of Oz yang klasik itu, hanya ingin mencari hiburan
sekaligus menyaksikan jajaran bintang film kelas A yang menjejali film ini.
Bayangkan, berapa banyak sih film yang bisa mengumpulkan Weisz, Williams dan
Kunis dalam satu film? plus bonus James Franco? dan sutradara Sam Raimi?
Oscar ‘Oz’ Diggs (James Franco)
adalah seorang penipu yang menyamar sebagai tukang sulap dalam sebuah rombongan
sirkus. Oscar mengecoh dan memperalat gadis-gadis untuk menjadi asistennya.
Akhirnya Oscar memperoleh masalah dari tingkah lakunya dan melarikan diri
dengan balon udara. Sialnya, balon udara yang dinaiki Oscar tersapu badai
tornado dan membawanya ke Negeri Oz yang luar biasa unik. Disinilah Oscar
bertemu dengan Theodora (Mila Kunis) yang percaya bahwa Oscar adalah seorang
penyihir yang dapat melawan evil witch
dan mengembalikan kedamaian di Negeri Oz sesuai ramalan. Oscar dibawa ke
Emerald City dan bertemu dengan Evanora (Rachel Weisz), kakak Theodora. Evanora
mengiming-imingi Oscar dengan harta dan tahta di Negeri Oz apabila ia mampu
membunuh evil witch. Oscar yang pada
dasarnya memang seorang con man tertarik
sekaligus khawatir karena dia jelas bukan seorang penyihir, melainkan hanya
seorang tukang sulap. Maka bersama Finley, monyet terbang yang menjadi
asistennya (disuarakan oleh Zach Braff) dan China Girl yang kehilangan
keluarganya (disuarakan oleh Joey King), Oscar melakukan perjalanan mencari evil witch. Alih-alih bertemu dengan evil witch, mereka bertemu dengan Glinda
(Michelle Williams), the good witch from
south yang malah menuduh Evanora sebagai evil witch. Lalu manakah yang harus dipercayai Oscar?
Dalam durasi 130 menit, Oz the
Great and Powerful memang merupakan sebuah perjalanan visual yang luar biasa. Di kurang lebih 20
menit awal film, Sam Raimi menggunakan format hitam putih untuk menambah kesan
klasik sekaligus penghormatan kepada film-film klasik. Memasuki dunia Oz, kita
akan disuguhi warna-warni dunianya. Ya, Oz memang seperti dunia Wonderland-nya
Alice. Disisipi berbagai karakter klasik dari dongeng Oz seperti Munchkin, atau jalanan legendaris Yellow Brick, membuat penonton tidak
melupakan awal mula bagaimana film ini dibuat, yakni dongeng klasik karya L. Frank Baum. Visual effect yang digunakan
Raimi terbukti sangat efektif menghasilkan gambar-gambar indah. Pemanfaatan
teknologi 3D-nya juga maksimal. Bahkan opening
credit film ini saja sudah membuat kagum. Diiringi music scoring dari Danny Elfman yang kental dengan aroma fantasi,
entah kenapa rasanya seperti menonton film-film Burton (is it just me or people else feel the same?). Sayangnya keindahan
visual ini tidak sebanding dengan ceritanya yang bisa dibilang standar. Yah,
ini memang film keluarga. Tidak ada twist
yang luar biasa dan tidak ada kejutan (meskipun identitas evil witch pada mulanya dibuat kabur). Semuanya mudah ditebak.
Beruntung naskah yang ditulis oleh Mitchell Kapner dan David Lindsay-Abaire masih layak dan humor-humor yang
disajikan (sepintas humornya terasa seperti Spider-Man 3) tidak garing dan
tetap mengundang tawa.
Nama-nama besar yang menghiasi
posternya yang menjadi daya tarik untungnya bermain baik, tapi tidak luar
biasa. James Franco berhasil tampil klasik sebagai Oscar Diggs yang
manipulatif. Penampilannya disini sedikit banyak mengingatkan ketika ia menjadi
Harry Osborn yang lupa ingatan dengan senyum goofy-nya. Michelle Williams yang biasanya tampil dengan akting
luar biasa, kali ini mengurangi intensitas aktingnya menjadi Glinda. Pun begitu
dengan Mila Kunis sebagai Theodora yang wajah cantiknya sebesar layar bioskop
mungkin bisa membuat para pria gelisah, juga tidak memberikan akting standar.
Kalau ada yang tampil sedikit di atas rata-rata, mungkin itu adalah Rachel
Weisz yang memberikan kualitas akting setingkat di atas teman-temannya dalam
sosok Evanora yang bahkan dari cara menatapnya kita sudah tahu siapa dia.
Karakter Finley dan China Girl yang disuarakan oleh Zach Braff dan Joey King
beruntung cukup menarik perhatian dan amat sangat menghibur. Kombinasi antara
karakter yang menghibur ditambah visualnya yang menarik (serta bonus paras
aktrisnya) sedikit banyak menambah poin film ini.
Singkat cerita, Oz the Great and
Powerful berhasil menghadirkan sebuah prekuel apik dari sebuah dongeng klasik
The Wizard of Oz. Dengan visual yang luar biasa memanjakan mata (apalagi 3D),
film ini berhasil menghibur. Namun selebihnya film ini tidak menjanjikan
apa-apa, murni hanya sebuah kisah petualangan yang menghibur yang cocok
ditonton bersama keluarga. So for those who needs some fresh visual
that will give fresh air to your eyes, be sure not to miss this one. Don’t think to much, just enjoy the journey
between good vs. evil.
Rating: 7.5/ 10
No comments:
Post a Comment