Apr 29, 2012

Pintu Terlarang Review

"I love you, Gambir" "I love you even more, Talyda"
Saya akui saya menonton film ini karna membaca banyak review Modus Anomali dan banyak yang membandingkan film tersebut dengan film ini. Banyak yang mengatakan bahwa film Pintu Terlarang tetap lebih baik dibandingkan dengan Modus Anomali. Film yang sama-sama disutradarai oleh Joko Anwar ini tetap dianggap pencapaian terbaik dari Joko Anwar. Saya penasaran, film macam apa yang bisa menyaingi film Modus Anomali yang, untuk ukuran film Indonesia, sudah membuat saya kagum bahkan sampai sekarang? Dibekali rasa penasaran, saya pun mencari dan menonton film yang diangkat dari novel Sekar Ayu Asmara ini untuk menjawab rasa penasaran saya.

Film dibuka dengan adegan Gambir (Fachri Albar), seorang pematung yang sukses dengan karya-karyanya yang disukai bahkan orang-orang rela membayar mahal. Tidak ada yang mengetahui bahwa karya-karyanya yang selalu menampilkan sosok wanita hamil sebenarnya menyimpan rahasia. Tidak hanya Gambir yang menyimpan rahasia, istrinya yang bernama Talyda (Marsha Timothy), juga menyimpan rahasia mengenai pintu rahasia yang ada di rumah mereka, karna Talyda tidak memperkenankan Gambir membukanya. Kehidupan Gambir mulai terganggu ketika dia menerima pesan berisi permintaan tolong dari seorang anak kecil. Dipengaruhi perasaan was-was, pesan-pesan tersebut membawanya ke sebuah tempat bernama Herosase yang ternyata bukan tempat biasa, dimana bahkan bertanya pun tidak boleh. Di tempat ini Gambir menemukan rekaman video anak tersebut dan berusaha keras menolongnya. Tidak hanya menemukan kenyataan akan anak tersebut, dia juga menemukan kenyataan tentang hidupnya yang tidak pernah ia sadari sebelumnya.

Film ini mungkin merupakan salahsatu film Indonesia modern dengan genre thriller terbaik menurut saya. Sama seperti Modus Anomali, film ini juga memiliki twisted ending yang dieksekusi dengan baik. Pertanyaan-pertanyaan pasti muncul selama menonton film ini, seperti pertanyaan mengenai siapa anak kecil tersebut dan kenapa ia selalu meminta tolong kepada Gambir. Tenang, semua jawaban sudah dipersiapkan di ending sehingga tidak ada pertanyaan yang tersisa di kepala penonton setelah menonton. Tetapi tetap setelah kredit muncul, otak penonton tidak akan berhenti berpikir mengenai film tersebut dan memutar ulang adegan-adegan di film ini. Bagi yang tidak suka darah yang berhamburan dimana-mana (termasuk saya) mungkin akan menahan napas dan menutup mata sesaat untuk beberapa adegan. Selebihnya, penonton hanya dituntut untuk berpikir.


Akting Fachri Albar sebagai Gambir sangat sangat bagus di film ini. Memang ada beberapa pelafalan dialog yang kurang jelas, tapi bukan masalah bagi saya karna tertutup aktingnya di bagian akhir film. Adegan makan malam yang luar biasa dan menjadi benar-benar puncak kegilaan Gambir digambarkan dengan sangat baik oleh Fachri Albar. Mengerikan, mengingatkan saya akan sosok Joker, perubahan ekspresi yang ditampilkan benar-benar membuat saya merinding. Marsha Timothy yang berperan sebagai Talyda juga memberikan akting yang baik sebagai istri yang cerdas, nampak lemah namun mendominasi hubungan. Tidak ada adegan yang membosankan di film ini, porsinya pas. Kalau di Modus Anomali saya cukup bosan dengan adegan itu-itu saja yang terkesan mengulur-ulur waktu, di film ini setiap adegan memiliki makna yang membuat penonton tidak berani memalingkan wajah dari layar.

Soal sinematografi sepertinya saya tidak pantas menilainya karna saya bukan ahlinya di sinematografi. Tapi yang jelas film ini berusaha meng-capture suasana vintage. Hasilnya suasana vintage digambarkan oleh film ini begitu terasa dan tidak berlebihan. Saya rasa film ini bukan tipe film mainstream yang mudah diterima semua orang. Film ini menuntut penonton untuk terus berpikir. Buat saya, kesenangan setelah menonton film ini tentu saja terletak di ending, dimana lagi-lagi dugaan yang sudah saya bangun selama menonton adegan per adegan diruntuhkan oleh ending yang tidak terduga. Bukannya kesal, saya malah senang dipermainkan oleh ending semacam ini. Film dengan ending yang extraordinary dan unexpected merupakan tipe film kesukaan saya.

Satu lagi film dari Joko Anwar yang patut diacungi jempol. Setelah menonton film ini, harus saya akui bahwa film ini memang setingkat lebih baik di atas Modus Anomali (Maaf Rio Dewanto, Fachri Albar masih lebih unggul ternyata). Yang menarik, ternyata Joko Anwar sudah menyelipkan petunjuk mengenai proyek film berikutnya. Nama jalan yang merupakan lokasi Herosase adalah jalan Anomali yang bersimpangan dengan jalan Modus. Juga adegan terakhir dimana ada tokoh tanpa nama yang melakukan pengakuan dosa diperankan oleh Rio Dewanto, seolah-olah merupakan petunjuk bahwa film selanjutnya akan berkutat seputar kehidupan pria tersebut. Sebuah cara yang unik untuk memberi petunjuk kepada penonton. Menonton film ini membuat saya menyadari bahwa tidak semua film Indonesia buruk. Mungkin saat ini saya akan mulai lebih memperhatikan film-film Indonesia. Masih banyak film Indonesia yang bagus namun kurang mendapat perhatian dari warganya sendiri.

Rating: 8.5/10

No comments:

Post a Comment