May 9, 2012

The Avengers Review

"We're not a team. We're a time-bomb"
"Superhero digabung jadi satu? Sekuat apa sih musuhnya sampe semua superhero harus bersatu untuk mengalahkannya?" Begitulah pertanyaan yang dilontarkan teman saya waktu melihat poster The Avengers masuk list coming soon. Saya jadi ikut-ikutan berpikir hal yang sama, sekuat apa sih Loki? Ya, kita sama-sama tau kalau villain yang bakal dihadapi disini adalah Loki, yang masih memiliki hubungan dengan Thor dan on the record, sempat dikalahkan juga oleh Thor. Tapi, antusiasme saya tidak berkurang untuk menyaksikan film ini, apalagi melihat kenyataan bahwa hasil box office opening weekend-nya sudah melampaui Harry Potter and the Deathly Hallow: Part 2 dengan pendapatan kurang lebih sekitar $200 million. Lihat saja ratingnya di Rotten Tomatoes yang certified fresh 93% dan lebih lagi di IMDB yang punya rating 8.8 serta masuk Top 250 Movies #25. Gila! Film superhero macam apa sih ini? Saya pikir Batman Trilogy versi Nolan bakal jadi satu-satunya film superhero yang sukses secara kualitas maupun komersial. Ternyata The Avengers berhasil mengekor kesuksesan The Dark Knight.

Perlukah saya menceritakan plot ceritanya?  Markas S.H.I.E.L.D yang dikomando oleh Nick Fury (Samuel L. Jackson) diserang oleh Loki (Tom Hiddleston) yang mengincar Tesseract, untuk.. tentu saja menguasai Bumi! Tapi Loki telah memiliki rencana yang matang dan pasukan yang kuat untuk melancarkan misinya. The Avengers yang memang sudah dikumpulkan satu per satu oleh Nick Fury, dimintai bantuan oleh S.H.I.E.L.D untuk melacak Tesseract. Tapi, butuh lebih dari sekedar kekuatan untuk mendapatkan kembali Tesseract tersebut.

Jangan berharap plot yang masuk akal. Cerita dasar superhero akan selalu seperti sama. Kebaikan melawan kejahatan, dan kebanyakan kebaikan selalu menang. Tetapi jangan juga anggap film jelek karna ceritanya yang biasa. Walaupun ceritanya terdengar standar, setidaknya Loki yang merupakan mastermind disini punya rencana matang untuk menaklukkan Bumi. Saya bukan fanboy Marvel jadi jangan tanya saya tentang Marvel Universe. Bahkan saya kenal semua tokoh komik Marvel dari film-film adaptasinya saja, jadi saya kurang paham soal detail-detail yang mungkin hanya bisa dijawab oleh komiknya saja. Lalu apa yang membuat saya tertarik menonton film ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah hidden scene yang selalu diletakkan setelah credit title. Semenjak Iron Man, Marvel secara rutin menyelipkan potongan adegan yang merupakan petunjuk bahwa proyek The Avengers sedang dikembangkan. Setiap potongan-potongan adegan selalu berkaitan antara satu dan lainnya, seperti kemunculan Nick Fury pertama kali di Iron Man, kemunculan Tony Stark di The Incredible Hulk, potongan adegan film Incredible Hulk, kemunculan tameng Captain America dan Mjolnir Thor di Iron Man 2, dan lagi-lagi kemunculan Nick Fury di film Thor dan Captain America. Semua merunut pada satu nama, Nick Fury yang merupakan pimpinan S.H.I.E.L.D. Trik yang sukses agar penonton, terutama pecinta komiknya untuk tetap bertahan di bioskop menurut saya. Dan tentu saja menambah minat untuk menyaksikan The Avengers.


The Avengers memang superhero yang menjadi idaman semua pembaca komiknya. Iron Man, Hulk, Thor, Captain America, Black Widow dan Hawkeye digabung dalam satu film, what to expect? More action of course! Joss Whedon tau bagaimana mengubah setiap aksi-aksi di panel komik menjadi sekumpulan gambar di layar. Adegan-adegan pertarungannya memanjakan mata, bahkan porsi action-nya sangat pas. Seperempat awal film tidak membosankan walaupun ada penjelasan tentang Tesseract dan hubungan masing-masing superhero dengan Tesseract. Sudut pengambilan gambar tiap adegan pertarungan mampu memperlihatkan sisi keren dari masing-masing superhero, bahkan ada beberapa adegan memorable ketika para superhero ini bersatu. Dialog-dialognya ringan namun tidak cheesy. 3D-nya juga tidak mengecewakan walaupun hasil konversi. Efek? Tolong jangan bertanya sesuatu yang jawabannya sudah jelas.

Terima kasih kepada Hulk dan Thor yang membuat adegan actionnya begitu memikat, juga Tony Stark yang selalu melontarkan lelucon-lelucon khasnya dalam setiap dialog (Better clench up, Legolas!). Jika ada tokoh superhero yang memikat saya, jelas itu adalah Hawkeye. Terima kasih kepada Jeremy Renner yang berhasil menggambarkan Hawkeye dengan baik, terutama keahlian memanahnya. Saya benar-benar terhipnotis dengan kehadiran Hawkeye. Begitu pula Natasha Romanoff yang diperankan oleh Scarlett Johanson yang pasti aksinya mampu memikat pria manapun. Sayang saya kurang bisa menikmati Mark Ruffalo karna kurang familiar melihatnya sebagai superhero dan juga image Mark Ruffalo yang melekat dengan film-film drama. Serupa dengan Chris Evans yang sayang sekali menurut saya image-nya sudah sangat melekat dengan Human Torch. 

Apalagi yang perlu saya tumpahkan disini agar bisa menggambarkan perasaan saya setelah The Avengers? Yang jelas film superhero ini memang tidak menjual aksi yang biasa. Jika Batman Trilogy menjual kekuatan akting, cerita dan dialog yang berkelas, maka The Avengers mungkin adalah versi ringannya. Tidak perlu berpikir keras untuk memahami seluruh jalan ceritanya. Kita masih akan tersenyum melihat tingkah pola superhero-superhero ini dan mata kita masih akan dimanjakan dengan adegan aksinya. Saran saya, ada baiknya menonton film-film pendahulunya seperti Iron Man, Incredible Hulk, Thor dan Captain America agar memiliki bekal ketika menyaksikan plot The Avengers serta, mungkin saran ini akan terdengar klasik, jangan meninggalkan bioskop sebelum credit selesai karna tentu saja ada hidden scene yang mungkin bagi  penggemar komiknya akan berteriak, "Dia bakal jadi musuh berikutnya? Gak sabar!"


Rating: 8.5/ 10

No comments:

Post a Comment