Apr 15, 2013

Sherlock Series Review

"Oh, I may be on the side of the angels, but don't think for one second that I am one of them"
 Dari begitu banyak series yang ada, gak banyak yang bener-bener saya ikutin. Ada Heroes yang berhenti saya ikutin di tengah-tengah season 2, Gossip Girl yang malah season 1 gak selesai saya tonton, True Blood yang juga berhenti di tengah-tengah season atau bahkan Entourage yang pernah saya tonton back-to-back tapi lupa season berapa. Butuh komitmen kuat untuk ngikutin satu series dari pilot sampe finale, karena kejenuhan pasti muncul, kecuali series itu bisa menjaga tensi ceritanya dari awal season. Selain itu, kita mesti rajin ngikutin jadwalnya di TV (kalau gak mau beli DVD-nya atau cara yang agak curang, download). Sedangkan hidup kita gak cuma diisi dengan nonton. Kadang kala kita harus ngelewatin satu episode karena ada satu dan lain hal yang lebih penting dari sekedar nonton. Sejauh ini cuma Glee yang masih saya ikuti dari season 1 sampe season 4, itupun saya sudah mulai ngerasa Glee mengalami penurunan kualitas, mulai dari plotnya yang menurun di season 2, sempat naik lagi di season 3 dan lagi-lagi harus turun di season 4. Yang masih membuat saya bertahan nonton Glee cuma lagu-lagunya yang memang kadang ada yang jelek, tapi yang bagus lebih banyak.

Jadi, cukup basa-basi sedikit soal series. Baru-baru ini saya beli DVD salahsatu series asal UK yang kebetulan diadaptasi bebas dari salahsatu novel terkenal karya Sir Arthur Conan Doyle. Iyap, tepat sekali. Series ini berjudul Sherlock yang aslinya produksi BBC. Series ini dimulai sejak 2010 dan baru sampai season 2 yang tayang 2012 kemarin. Uniknya, series ini setiap season-nya konsisten hanya dengan menghadirkan 3 episode. Saya sudah banyak mendengar soal betapa series ini bagus, banyak membaca diskusi orang-orang soal series ini, bahkan saya tau Benedict Cumberbatch dari series ini, padahal saya sedikitpun  gak pernah menyimak episode-nya. Sampai kemarin.



Oke, ini masih Sherlock Holmes yang sama, hanya saja setting-nya diubah ke abad 21. Sherlock masih sama cerdasnya, dan sombongnya dan kemampuan analisisnya juga tidak berubah. Dr. John Watson, sidekick-nya adalah mantan dokter di peperangan Afghanistan. Kedua karakter ini dipertemukan ketika Sherlock sedang mencari teman yang bisa diajak sharing flat di 221B Baker Street. Kebetulan, John juga sedang mencari hal yang sama. Maka akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal di tempat yang sama. Karena kecerdasannya, pihak kepolisian sering meminta bantuan Sherlock untuk memecahkan kasus yang rumit. John yang rupanya juga memiliki rasa penasaran yang tinggi, akhirnya ikut terlibat dengan penyelidikan Sherlock. Mereka berdua terlibat kasus yang rumit, bahkan harus membahayakan nyawa mereka berdua ketika berurusan dengan arch-nemesis Sherlock, Moriarty.

Alih-alih mempertahankan setting-an kuno seperti yang dilakukan Guy Ritchie dalam kedua film Sherlock Holmes, Mark Gatiss dan Steven Moffat selaku creator series ini berani memindahkan setting-nya ke masa kini. Bukannya merusak cerita, justru series ini berhasil luar biasa. Adaptasi kisahnya juga tidak dipaksakan. Bahkan masuknya teknologi-teknologi masa kini seperti handphone atau laptop, malah memperluas kemungkinan kasusnya. Harus diakui, untuk serial detektif macam Sherlock ini, yang harus mendapat apresiasi tinggi adalah penulis naskahnya. Menggabungkan unsur-unsur novel dengan modernisasi bukanlah hal yang mudah. Butuh pemikiran yang benar-benar jitu untuk membuat series-nya sendiri tetap fresh dan up-to-date, dan itu berhasil dengan baik. Humor-humor khas Inggris diselipkan untuk menyegarkan otak di tengah-tengah rumitnya analisis Sherlock (yang bagi saya butuh waktu untuk mencernanya). Sherlock memang digarap tidak main-main. Lihat saja durasi per episodenya yang memakan waktu 90 menit, jadi nonton Sherlock ini tidak seperti nonton series biasa, malah seperti nonton film. Detail-detailnya pun digarap maksimal. Tokoh tokoh tambahan seperti Mycroft Holmes, James Moriarty dan Irene Adler tentu saja tetap mendapat tempat, hanya saja kembali ke awal, tokoh-tokoh ini mengalami modernisasi yang hebatnya tidak membuat pecinta novelnya terganggu. Dan yang paling saya suka, sekaligus kadang bikin dongkol, adalah season finale-nya yang dibuat cliffhanger. Dari dua season yang sudah dibuat, dua-duanya sama-sama punya finale yang bikin gemes, jadi tentu saja gegap gempita teriakan tidak sabar penonton supaya series ini diteruskan malah semakin banyak.


Ada lagi nilai tambah yang lain, bersyukurlah pemerannya tidak miscast. Ada Benedict Cumberbatch yang, huft, luar biasa sebagai Sherlock. Mulai dari sisi cool-nya, misteriusnya hingga sombongnya, semua digambarkan dengan baik. Tatapan mata Cumberbatch yang tajam memang sesuai untuk menggambarkan detektif macam Sherlock. Yang dulunya saya memuja-muja Robert Downey Jr. sebagai Sherlock, kini saya malah berbalik jadi fans Cumberbatch. Bahkan Robert Downey Jr. rasanya jadi tidak ada apa-apanya. Begitupun dengan John Watson yang digambarkan lebih banyak mengalah kepada Sherlock. Ada Martin Freeman, yang cocok sekali mendapat peran Dr. John Watson, sedikit awkward dan sabar. Chemistry keduanya pun menyatu, baik saat momen mereka sedang bertengkar,bekerja sama maupun momen mengharukan sekalipun. Emosi kita seolah dicampur aduk berkat peran mereka tersebut.  Peran-peran lainnya pun juga tidak kalah bagus, terutama Moriarty yang diperankan Andrew Scott. Di balik wajahnya yang terlihat manis, Moriarty tampil menakutkan (wajah Andrew Scott kadang mengingatkan saya dengan Anthony Hopkins). Andrew Scott berhasil memberikan sosok jenius yang jelas-jelas mengalami gangguan mental dalam figur Moriarty.

Overall, series ini berhasil membuat saya impressive dari berbagai sisi, sampai-sampai saya merasa series ini layak dapat review. I can’t believe it took so long for me to know such a good series existed. Harusnya saya nonton series ini dari dulu. Dan ya, ending season 2 benar-benar bikin saya geregetan menunggu rilisnya season 3. Harus ada penjelasan panjang lebar soal Sherlock. Kabar terakhir yang saya dengar, season 3 saat ini sedang dalam tahap pengambilan gambar dan bakal tayang akhir 2013 di UK dan awal 2014 di US. Cukup lama, tapi saya pastikan saya akan sabar menanti. Untuk series sebagus ini, tentu saja Sherlock layak dinanti. Dan ya, satu lagi fans Benedict Cumberbatch bertambah.

Rating: 9/10 (Until Season 2)  

6 comments:

  1. beneran bakal ada kelanjutannya tuh kak???

    ReplyDelete
    Replies
    1. beneran. kemaren sempet denger kalo Season 3 sudah mulai syuting bulan maret/april 2013. Kalo rilisnya sendiri kemungkinan akhir 2013/ awal 2014 :)

      Delete
  2. Akhirnya ada yg coment juga ya kak.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. jangan2 kamu udah stalking blog-ku dari lama yaaa?
      jangankan komen, ada yang mau baca aja aku udah seneng banget :')

      Delete
  3. Saya setuju banget nih. Kesan sombongnya Holmes dapet banget. Suaranya itu loh, Oh My God, bikin jatuh cinta, hahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha iya bener, Cumberbatch emang sukses banget meranin Sherlock, susah buat gak jatuh cinta sm Sherlock versi dia

      Delete