Apr 17, 2013

Frankenweenie Review


"When you loose someone you love, they move into a special place in your heart"

Tidak banyak sutradara yang seberani Tim Burton. Ia berani menciptakan karakter-karakter unik bahkan menambah unsur eksentrik dalam tokoh-tokoh popular plus nuansa dark gothic di hampir setiap karyanya. Lihat saja Charlie and The Chocolate Factory atau Alice in Wonderland versi Burton yang warna-warni terang. Atau karakter-karakter memorable yang ia ciptakan seperti Edward Scissorhand atau Jack dari Nightmare Before Christmas. Atau bahkan Batman versi Burton yang sebenarnya punya kualitas yang bagus walaupun mungkin masih kalah popularitas dengan versi Nolan. Well, setidaknya hingga saat ini, nama Tim Burton masih punya daya jual tinggi, apalagi sutradara ini kerap kali melakukan kerja sama dengan Johnny Deep yang notabene adalah aktor yang memiliki daya jual setara Brad Pitt. Untuk urusan film animasi, Tim Burton selalu menggunakan teknik stop motion layaknya Corpse Bride yang rilis tahun 2005. Tahun 2012 lalu, Tim Burton merilis satu film animasi stop motion berjudul Frankenweenie. A lil bit remind you to Frankenstein? You’re not wrong, because Burton made this movie as an honor to that legendary monster.

Victor Frankenstein (Charlie Tahan) adalah seorang anak laki-laki yang sulit bergaul. Sehari-hari ia hanya bermain dengan Sparky, anjing kesayangannya. Bahkan Victor banyak membuat film monster dengan Sparky sebagai bintang utamanya. Hingga suatu hari hari, Sparky mati tertabrak mobil. Victor menderita lahir batin karena kehilangan teman bermainnya. Hingga gurunya Mr. RzykurskI (Martin Landau) menjelaskan soal science bahwa kekuatan petir atau listrik yang sangat besar dapat menggerakkan otot makhluk hidup yang sudah mati. Dari situlah akhirnya ia melakukan eksperimen untuk menghidupkan kembali Sparky. Ajaibnya, eksperimennya berhasil dan ia berhasil menghidupkan kembali Sparky. Victor mulanya menyembunyikan kembalinya Sparky dari kematian, namun lambat laun banyak orang mengetahuinya dan melakukan eksperimen sendiri-sendiri tanpa tahu konsekuensinya yang membahayakan seluruh kota New Holland.


Sebuah karya Tim Burton memang tidak pernah mengecewakan, at least for me. Mengambil kisah hubungan antara seorang anak dan peliharaannya (yang banyak diinsprisai dengan kisah Burton dan anjing peliharaannya waktu kecil) sedikit banyak akan me-recall memori lama kita dan mengingat-ngingat hubungan kita dengan binatang peliharaan kita sewaktu kecil. Dengan tampilan visual yang gothic, yang sangat sesuai dengan kisahnya sendiri yang cukup kelam namun tetap lucu dan heart-warming dengan kehadiran tokoh-tokoh lainnya. Kisahnya sempat berjalan pelan di awal film, sedikit memancing kebosanan, namun tensi berhasil kembali naik ketika Sparky mati sehingga, syukurlah, penonton tidak sempat bosan. Masih bekerja sama dengan komposer favoritnya, Danny Elfman,  semakin menguatkan kesan misteri ala Burton seperti biasa.

Adegan-adegannya sendiri akan sedikit banyak mengingatkan kita dengan film-film monster macam Godzilla ataupun Frankenstein. Bahkan ada karakter-karakter yang mengingatkan kita dengan sosok mummy dan Gremlins. Ya, ini memang semacam surat cinta Burton terhadap film-film monster favoritnya. Berbeda dengan Corpse Bride, yang memiliki cukup banyak kesamaan dalam hal kisah, Frankenweenie mengusung format hitam putih. Percaya tidak percaya, format hitam putih ini sama sekali tidak membuat kita merasa jadul, penonton akan tetap merasa nyaman dan menikmati cerita yang memang pondasi kisahnya sudah kuat, walaupun mungkin akan sangat sulit bagi anak-anak menikmati film dengan format hitam putih. Pengisi suaranya memang tidak banyak yang familiar, namun para pengisi suara, termasuk Winona Ryder dan Catherine O’hara, tetap memberikan nyawa melalui suara mereka dalam karakter-karakter film ini.


 Yah, lagi-lagi Burton berhasil memberikan sajian tontonan yang menarik dengan kisah dan tampilan yang sederhana. Tanpa perlu menampilkan efek luar biasa, Burton mampu menyentuh hati penonton lewat kisah persahabatan manusia dan peliharaannya. Dibalik kesederhanaannya, justru film ini mampu menyentuh penonton. Not much to say, this movie is undeniably good

Rating: 8/10

No comments:

Post a Comment