Dec 31, 2016

Assassin's Creed Review


"We work from the dark to serve the light. We are assassins"
Menilik beberapa tahun ke belakang, film yang diangkat dari video games rasanya sedikit yang mendulang sukses secara kritik. Satu-satunya film yang kisahnya lahir dari video games yang masih sukses secara finansial hingga sekarang mungkin hanya Resident Evil yang entah ceritanya sudah melebar sampai kemana-mana. Terakhir di tahun ini ada Warcraft yang menurut saya pribadi juga tidak sepenuhnya oke, walaupun kalau dibilang jelek pun juga tidak sampai serendah itu. Warcraft sendiri tidak begitu mengkilap di mata kritikus. Assassin's Creed setidaknya terlihat sebagai satu case yang berbeda, karena ia punya jajaran top cast yang mumpuni, dengan sutradara yang tahun lalu sukses menggawangi Macbeth, Justin Kurzel. Bahkan ia juga memboyong Michael Fassbender dan Marion Cotillard yang sebelumnya juga satu layar dalam Macbeth. Berbekal nama besar aktor-aktornya, plus kebesaran dari game-nya sendiri yang jelas punya fanbase besar, di atas kertas harusnya Assassin's Creed bisa meredam ocehan para kritikus sekaligus mendulang kesuksesan dari segi pendapatan.

Dikisahkan Callum Lynch (Michael Fassbender) adalah seorang narapidana pembunuhan yang dijatuhi hukuman mati. Alin-alih mati setelah ia menerima hukumannya, ia malah terbangun di satu fasilitas yang belakangan diketahui bernama Abstergo Industries, dengan Dr. Sophia Rikkin (Marion Cotillard) di sebelahnya, yang menjelaskan bahwa ia sebenarnya keturunan dari Aguilar De Nerha yang merupakan anggota Assassin's Creed yang melindungi Apple of Eden. Sementara Sophia dan ayahnya Alan Rikkin, sedang bekerja untuk kelompok yang tidak lain adalah organisasi Templar modern yang sejak dulu berseberangan dengan para Assassin. Aguilar dipercaya sebagai orang terakhir yang mengetahui kemana Apple of Eden dan Callum adalah titik terakhir dari garis keturunan Aguilar. Semuanya terasa tidak masuk akal bagi Cal, sampai ia sendiri masuk ke dalam Animus dan melihat sendiri bagaimana semuanya terjadi.

Entah bagaimana game-nya, saya jelas bukan penikmat game-nya. Tapi ketika medianya sudah berubah dari ranah video game ke layar lebar, otomatis fungsinya pun berubah total. Tak seperti game yang melibatkan pemainnya, penonton tak bisa sama sekali terlibat kecuali larut dalam kisahnya. Sama seperti film yang diangkat dari novel, mustahil untuk bisa membuat keduanya menjadi selevel dengan media yang berbeda. Hal ini pun terjadi pada Assassin's Creed, yang meskipun didukung oleh nama-nama besar, sayangnya tidak didukung dengan cerita dan naskah yang bagus, hingga mengakibatkan filmnya tak semenarik nama besar game-nya. Kelemahan mendasar mungkin pada naskahnya yang boleh dibilang tidak memberikan kesempatan pada penonton untuk 'bermain' lebih jauh dalam kisahnya. Peran Apple of Eden sendiri tidak pernah dijelaskan secara gamblang mengapa benda kecil tersebut diperebutkan. Templar Order dan para Assassin pun tak sepenuhnya mendapat kesempatan dijelaskan mengapa mereka berseteru. Penonton tak pernah benar-benar mendapat penjelasan soal konfliknya, karna film ini terlalu sibuk fokus pada Cal.
Berbicara soal Cal, tentu saja ia harus dapat fokus, karna ia tokoh utama. Tapi bagaimana dengan Aguilar yang punya peran besar juga dalam cerita? Aguilar hanya dapat porsi bahkan tidak sampai separuh dari durasi film. Padahal setiap kemunculan Aguilar adalah scene yang jauh lebih menarik ketimbang Cal. Atau kalau mau lebih dispesifikkan, adegan-adegan di masa lalu jauh lebih berkesan dibanding scene di masa sekarang yang cenderung monoton di paruh pertama. Satu-satunya yang mungkin masih bisa dianggap menarik adalah, empat puluh lima menit terakhir dimana Cal secara sukarela masuk ke dalam Animus hingga menjelang akhir kisah. Adegan aksinya cukup menghibur, dengan segala aksi parkour Aguilar serta kejar-kejaran dengan Templar Order. Sayangnya semua itu sudah terlalu terlambat untuk menyelamatkan keseluruhan film.


Dibalut CGI yang juga sama mengecewakannya, dimana hampir kebanyakan scene berlabel efek CGI ditutup kabut tebal, Assassin's Creed harus bernasib sama dengan adaptasi game lainnya. Dukungan cast yang besar macam Fassbender dan Cotillard, dimana mereka berdua, sayang sekali tidak bisa berhasil banyak mencuri perhatian, membuat Assassin's Creed tidak menembus ekspektasi kebanyakan penonton. Meskipun endingnya terbuka untuk kemungkinan sekuel, rasanya ide sekuel mesti dikubur dalam-dalam karna Assassin's Creed punya kemungkinan besar gagal di pasaran.


Rating: 6/10
The Verdict: Assassin's Creed isn't the worst, there are a lot movies based on video games which are worse than this. Unfortunately, great cast and interesting action weren't enough to save Assassin's Creed's bad scripts and mediocre CGI.

No comments:

Post a Comment