Jan 9, 2017

Arrival Review

"Memory is a strange thing"
Apabila kita mengetahui bagaimana masa depan kita, apa yang akan kita lakukan? Are we gonna do our best to avoid those bad things we already knew? or are we gonna still risk it all and live in the moment? Setidaknya itulah sekelumit pesan yang ingin dibagi oleh Dennis Villanueve dalam film terbarunya yang dilabeli Arrival ini. Sepanjang sejarah perfilman Hollywood, film yag berkaitan dengan alien rasanya sudah cukup banyak, macam Close Encounters of Third Kind, atau yang super-light macam Independence Day. Lantas apa hubungannya kalimat pertama saya di atas dengan alien? Arrival diceritakan dengan pendekatan yang berbeda, berpondasi sebagai sebuah science fiction namun lebur bersama dramanya yang penuh filosofi. Justru disini jadi satu hal menarik karna alih-alih berubah jadi film action cliche dengan ledakan disana sini, Arrival justru lebih personal dengan melibatkan kehidupan pribadi sang tokoh utama.

Dibuka dengan 5 menit resume singkat kehidupan Dr. Louise Banks (Amy Adams) yang menyentuh, Arrival memulai kisah utamanya, dimana Bumi tiba-tiba kedatangan 'tamu tak diundang' yang cuma 'parkir' tanpa jelas maksud dan tujuannya. Tidak hanya satu, tapi 12 spacecraft berbentuk shell mirip batu kerikil raksasa di 12 titik di seluruh penjuru dunia. Dr. Banks yang berprofesi sebagai ahli linguistik, dimintai bantuan pemerintah US untuk menerjemahkan maksud dan tujuan kedatangan dari  pesawat luar angkasa tersebut. Bersama scientist Dr. Ian Donnelly (Jeremy Renner), mereka berusaha berkomunikasi dengan makhluk di dalam spacecraft tersebut. Tak banyak waktu yang mereka miliki mengingat 12 negara punya cara masing-masing dalam menafsirkan kedatangan alien ini, salahsatunya perang.



Di tangan sutradara lain, film dengan jalan cerita semacam ini bisa jadi satu film action seru yang mungkin sudah kadung basi, karna Independence Day-nya Rolland Emmerich sudah pernah mengangkat tema semacam itu kurang lebih 20 tahun yang lalu.  Tapi di tangan Dennis Villanueve, kita bukan menerima film sci fi kosong melompong soal perang melawan alien, tapi sebuah film yang sarat akan filosofi hidup.  Jadi jangan sedikitpun berharap kalau paruh kedua film ini akan berubah jadi full action. Bahkan dari lima menit awal pun sudah terlihat dari pengambilan gambarnya kalau Arrival lebih berbobot ketimbang cuma mengumbar aksi semata. Membahas film ini tanpa mengumbar spoiler juga rasanya sulit, tapi semoga saja review ini bisa tetap anti-spoiler.

Ya, satu hal yang saya suka dari Arrival adalah pengambilan gambarnya. Sederet sinematografi terutama bagian potongan-potongan ingatan dalam pikiran Dr. Banks hasil karya Bradford Young tergambar dengan amat cantik ditambah editing yang menawan dari Joe Walker, tidak hanya menjadikan Arrival misterius namun juga nyaman ditonton. Kepingan ingatan Dr. Banks tidak pernah hadir pada waktu yang salah, umpan yang diberikan Dennis Villanueve dalam bentuk ingatan ini malah justru membuat penonton semakin penasaran kemana film ini akan berakhir. Satu jam pertama Arrival memang banyak memainkan nalar penonton, mengajak penonton banyak berpikir lewat dialog-dialog pintarnya yang sama sekali tidak murahan, sedikit banyak mengingatkan saya dengan dialog di film Interstellar, yang teoritis sekaligus filosofis. Apalagi film ini secara implisit menekankan soal waktu, yang buat saya adalah satu bahasan yang tidak akan ada habisnya. Alih-alih memberikan kejutan secara sekaligus di akhir, Arrival punya banyak petunjuk yang disebar sepanjang film lewat fragmen-fragmen adegan cantik yang sudah saya sebutkan tadi, sampai akhirnya berujung pada satu akhir yang membuat kita terhenyak setelah berhasil menyusun keping demi keping adegan menjadi satu kesimpulan utuh, kalau adegan-adegan dalam kepala dalam Dr. Banks bukanlah sekedar flashback.



Tak hanya dapat dukungan dari sisi penceritaan dan visual yang memang sudah dasarnya bagus, Arrival punya dukungan tata musik yang buat saya jadi satu kekuatan lain. Masih jelas di ingatan saya bagaimana scoring gubahan Johann Johannsson yang mengiringi ketika Loise dan Ian beserta timnya pertama kali memasuki shell dan bertatapan langsung dengan si alien, terasa megah dan misterius sekaligus dramatis pada saat yang bersamaan. Di departemen akting ada Amy Adams yang berhasil masuk nominasi Golden Globes berkat perannya di film ini. Harus diakui, memang Amy Adams tampil bagus, terutama hampir dalam setiap "kenangan" dan kehidupan pribadinya yang terasa lebih personal dan menyentuh. Chemistry-nya dengan Jeremy Renner tak pernah tampil gamblang, tapi adegan-adegan di bagian ending bisa membuat penonton diam terhenyak sambil menikmati momen intimasi tiada tara sekaligus mencerna soal Arrival yang banyak menceritakan soal kehidupan.

Kalaupun Arrival unggul di berbagai poin yang sudah saya sebutkan, buat saya tetap saja ada beberapa hal yang cukup menggganggu sepanjang menonton semisal betapa mudahnya mereka bisa mempelajari bahasa heptapod dalam waktu singkat (too smart?), atau sebenarnya apa tujuan utama para alien yang (seingat saya) tidak pernah dijelaskan secara eksplisit, atau bisikan Jendral Shang yang dibuat tanpa subtitle jadi mau tidak mau kita harus pintar-pintar cari tahu pasca menonton. Tapi terlepas dari itu, Arrival adalah sebuah film science fiction yang cantik tidak hanya dari segi teknis dan visual, tapi juga pintar dalam bercerita.

Rating: 8,3/10
The Verdict: Visually stunning and had a bunch of chilling moment, Arrival is a movie that is not only make you think during watching, but also afterwards.

No comments:

Post a Comment