Apr 10, 2016

The Divergent Series: Allegiant Review

"You want change without sacrifice, you want peace without struggle. The world doesn't work that way"
Sebenarnya tidak ada yang berharap kalau novel pamungkas dari seri Divergent ini akan dipecah jadi dua. Pasalnya sejak awal, seri ini melangkah terseok-seok untuk menggaet penonton non-reader. Materi dari novelnya sendiri tidak relevan jika dibagi dua, yang jelas merupakan sebuah usaha untuk memperpanjang kisah ini. Dari keseluruhan film yang mengalami pemindahan materi dari novel ke film, mungkin hanya Harry Potter yang materinya paling layak dibagi menjadi dua film, sementara yang lainnya tentu saja hanya sebuah usaha mengeruk keuntungan, termasuk juga Allegiant ini. Masalahnya apakah penonton masih benar-benar punya minat untuk menyaksikan keduanya? Divergent tidak bisa dikatakan luar biasa, meskipun tidak sepenuhnya buruk juga. Insurgent meskipun penuh aksi, nyatanya juga tidak mampu menyamai prestasi Divergent. Jelas butuh usaha ekstra keras bagi seri pamungkas bagian pertama yang diberi judul Allegiant ini untuk mendapat kepercayaan dari penontonnya. Meskipun masih digawangi oleh Roberts Schwentke dan dipastikan seluruh cast lama kembali, tidak membuat Allegiant meledak di pasaran.

Melanjutkan kisahnya secara langsung dari Insurgent, dimana Tris (Shailene Woodley) berhasil membuka kotak misterius peninggalan para leluhur dan mengetahui bahwa penduduk Chicago bukanlah satu-satunya penghuni terakhir di Bumi ini. Ada kehidupan lain di luar tembok yang mengelilingi mereka. Dibayangi rasa penasaran itu, akhirnya Tris, Four (Theo James), Caleb (Ansel Elgort), Christina (Zoe Kravitz), Peter (Miles Teller) dan Tori (Maggie Q) memutuskan untuk melakukan perjalanan ke luar tembok. Nyatanya pemandangan yang mereka saksikan tak seperti yang dibayangkan, karna lingkungan di luar tembok rupanya sudah banyak tercemar. Meskipun akhirnya mereka ditemukan oleh sekelompok orang yang mengaku dari Bureau of Genetic Welfare, dimana Biro yang dipimpin oleh seorang pria misterius bernama David (Jeff Daniels) ini ternyata telah melakukan penelitian terhadap perkembangan genetik, termasuk para penduduk kota Chicago dimana mereka terbagi-bagi dalam kelompok faksi. Pernyataan dimana Divergent adalah kunci dari seluruh penelitian ini, membuat Tris melalui serangkaian tes. Sementra Four pelan-pelan menguak fakta bahwa Biro yang memang sejak awal dicurigainya, nyatanya memang benar-benar menyimpan rahasia.



Sejujurnya, mengulas film ini agak sulit. Kenapa? Karna jujur saja, tidak banyak yang berkesan di kepala saya yang membuat saya mampu mengingat detailnya. Memang tiga puluh menit awal usaha melarikan diri itu cukup seru, saya menikmati bagian awal tersebut dan masih membuat saya percaya diri kalau mungkin saja film ini tidak seburuk kata orang. Tapi semakin ke belakang, film ini semakin kehilangan arah. Penceritaannya entah kenapa sepanjang film menjelaskan banyak hal dan berbelit-belit yang malah membuat menonton film ini jadi melelahkan, padahal intinya sebenarnya sederhana dan tidak perlu dibuat sekompleks ini. Jelas ini adalah akibat dari proses pengembangan cerita dimana film ini kena latah membagi bukunya menjadi dua bagian. Kalau mau dibandingkan dengan kolega terdekatnya, yakni Hunger Games (ditarik dari kemiripan latar belakang dan tokoh utama seorang heroine), Allegiant jauh terpuruk dari segi penceritaan, padahal Mockingjay part 1 adalah bagian terlemah sepanjang saga itu, dan level Allegiant berada jauh di bawahnya. Tidak sampai disitu, CGI yang dipresentasikan dalam film ini juga sama lemahnya. Beberapa adegan, terutama ketika rombongan menemukan bahwa dunia di luar tembok sudah tercemar, di bagian ini terlihat sekali kalau gerombolan pelarian ini hanya syuting di depan layar hijau, sesuatu yang jelas tidak kita harapkan dari sebuah saga berbudget tinggi.

Tidak sampai disitu, segerombolan nama beken yang mengisi jajaran cast-nya juga seolah hanya main-main saja. Shailene Woodley yang biasanya bermain bagus malah mengalami penurunan kualitas akting dibandingkan dua film sebelumnya. Padahal bagi saya jujur saja kekuatan film model begini ada di sosok karakter utamanya. Lihat saja (sori kalau terus-terusan membandingkan dengan Hunger Games, karna memang tidak bisa dipungkiri banyak unsur yang mirip dari keduanya) Mockingjay yang meskipun terkesan drama, tapi Jennifer Lawrence masih bisa menunjukkan kekuatan akting yang prima. Sayangnya Woodley malah terkesan kehilangan gairah dalam memerankan Tris, yang berdampak cukup besar bagi kesinambungan kisahnya. Pun begitu dengan Theo James, kali ini aktingnya masih konstan, sama seperti dulu, tapi saya tidak pernah benar-benar merasakan ikatan kuat antara Tris dan Four sejak awal. Nama-nama besar lain seperti Naomi Watts dan Octavia Spencer, atau bahkan nama baru seperti Jeff Daniels juga tak mampu menyelamatkan film ini, mungkin karna memang mereka tidak diberi kesempatan banyak tampil. Kalau ada yang masih membuat saya terkesan, mungkin hanya satu nama, yakni Miles Teller sebagai Peter yang brengsek sejak awal kisahnya bergulir.



Kalau Divergent masih berada dalam level OK, sementara Insurgent berada dalam posisi lebih rendah, tapi saya masih bisa menikmati keduanya. Untuk yang ketiga ini, sayangnya saya harus berusaha keras untuk menikmati dan berakhir tanpa meninggalkan kesan sama sekali. I wonder.. coba kalau tidak dipecah menjadi dua, mungkin hasilnya bakal berbeda. Apalagi kondisinya sekarang masih ada satu film lagi yang harus dirilis, sementara hasil Allegiant jelas tidak bisa dibilang sesuai harapan, masih adakah keinginan untuk menyaksikan film terakhirnya, Ascendant, tahun depan? Mungkin bagi sebagian besar orang, menyaksikan Ascendant hanya sekedar pelengkap, karna sudah menyaksikan kisahnya dari awal, bukan karna tertarik akan penceritaannya lagi.

Rating: 5,8/ 10

No comments:

Post a Comment