Jan 27, 2016

The Hateful Eight Review

 "The name of the game is patience"
Karya kedelapan dari Quentin Tarantino ini cukup penuh sensasi. Script-nya sempat bocor ke publik di awal tahun 2014 dan Tarantino sempat ngambek sehingga memilih menghentikan proses produksi film ini. Tapi syukurlah Tarantino memutuskan untuk merombak naskah ceritanya dan kembali melanjutkan proses produksinya setelah mengadakan live reading dari script yang bocor tersebut. Dan ya, kalau bicara soal film Tarantino, saya lebih tertarik dengan ide cerita dan naskahnya ketimbang hal-hal lainnya. Film Tarantino punya story telling yang unik (kebanyakan non linier) dan tingkat violence yang cukup tinggi, jelas bukan selera semua orang. Saya bukan penggemar violence-nya, tapi saya hampir selalu suka naskah film-film Tarantino. I'm not a big fan of Tarantino, but couldn't miss every single of his movies. Aneh kan? Sama seperti Hateful Eight ini, bukan film yang saya nanti-nanti, tapi kalau gak nonton film ini rasanya seperti melewatkan sesuatu yang bagus.

Bertema western dan dibagi menjadi enam chapter, film ini mengisahkan delapan karakter berbeda dengan masing-masing tujuan. Jon Ruth (Kurt Russel) adalah seorang bounty hunter yang membawa tawanannya, Daisy Domergue (Jennifer Jason Leigh) menuju Red Rocks untuk digantung. Dalam perjalanannya ia bertemu Major Marquis Warren (Samuel L Jackson) yang terjebak dalam badai juga membawa tawanannya (dalam kondisi tak bernyawa) untuk ditukar dengan imbalan di Red Rocks. Tidak hanya bertemu Warren, mereka juga bertemu Chris Mannix (Walton Goggins) yang mengaku sebagai sheriff baru Red Rocks juga terjebak dalam badai salju. Mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat di Minnie's Haberdashery sampai badai salju mereda. Disanalah mereka bertemu 4 orang lainnya yang juga sedang berlindung dari badai salju, yakni Oswaldo Mobray (Tim Roth) seorang algojo Red Rocks, Joe Gage (Michael Madsen) yang berniat mengunjungi ibunya, Bob (Demián Bichir) yang dipercaya Minnie dan Sweet Dave sang pemilik penginapan untuk menjaga tempat tersebut, serta General Sanford Smithers (Bruce Dern) yang juga dalam perjalanan ke Red Rocks untuk menemui anaknya. Kedelapan orang berbeda ini akhirnya saling mencurigai satu sama lain ketika salah seorang dari mereka mencium gelagat tidak baik. Masalahnya, siapakah bad guy tersebut?


Plotnya sedikit mengingatkan saya dengan film Tarantino lain favorit saya, Reservoir Dogs, terutama bagian tebak-tebakan 'who's the bad guy'. Sama seperti film Tarantino terdahulu, film ini punya durasi panjang dan dibagi menjadi beberapa chapter. Chapter 1 dan chapter 2 mungkin adalah bagian paling lemah, ketika hampir keseluruhan chapter ini hanya berisi dialog-dialog panjang antar karakternya. Dua chapter ini memang dimanfaatkan sebagai pengenalan karakter antara 4 tokoh utamanya, dan seperti biasa, Tarantino selalu mampu mengolah dialog-dialog nan panjang itu menjadi sesuatu yang menarik, tanpa sedikit pun meninggalkan ciri khasnya lewat  jokes tanpa meninggalkan kesan serius plus isu rasial (those N-Words) di dalamnya (I love that Lincoln Letter part). Memasuki chapter 3 baru konflik yang sebenarnya dimulai, ketika masing-masing saling mencurigai satu sama lain, dan hebatnya koneksi antar chapter meskipun berjalan tidak searah (alur maju mundur) tapi tetap terasa kuat. Semenjak chapter 3 hingga film berakhir, penceritaannya berjalan dengan sangat smooth tanpa sedikitpun terkesan draggy. Ciri khas Tarantino lewat kekerasan tingkat tinggi pun masih ia tampilkan, walaupun dosisnya sepertinya sudah banyak dikurangi, karna rasanya adegan violence-nya agak sedikit lembek kalau dibanding filmnya yang dulu-dulu. Kesan misteri pun semakin terpancar lewat musik gubahan Ennio Morricone. I love the score, musiknya mampu membungkus scene-scene yang menegangkan sekaligus berdarah-darah dengan baik, bahkan mampu membantu meningkatkan tensi ceritanya.

Kepiawaian Tarantino selain script hasil buah pikirannya yang bagus adalah, ia mampu mengatur banyak karakter dalam satu film tanpa perlu keteteran. Delapan karakter bukan jumlah yang sedikit, dan ia mampu mengatur porsi masing-masing karakter  dengan pas. Bow down to Jennifer Jason Leigh, ia memang pantas dapat nominasi Oscar kategori Best Supporting Actress. Saya suka intensitas aktingnya, saya suka aksen dan gaya bicaranya, saya suka ekspresi wajah yang dia tampilkan, I love everything about her in this movie. Ada kesan konyol, dingin dan misterius dalam karakter Daisy dan itu berhasil ia tampilkan dengan baik. Karakter lain yang menarik jelas karakter Warren yang brengsek, bad ass dan pandai berdeduksi sekaligus bercerita ini, diperankan oleh Samuel L Jackson yang sepertinya sudah menjadi salahsatu aktor favorit Tarantino serta John Ruth yang diperankan Kurt Russell yang tetap berkharisma. Satu karakter lagi yakni Mannix yang diperankan Walton Goggins, si sheriff konyol yang kelihatan dumb dengan aksen bicara yang terdengar menarik ini ternyata kehadirannya cukup penting dalam cerita. Sementara kehadiran karakter lain lebih bersifat supporting tapi tetap diperankan dengan apik oleh aktor-aktor kesayangan Tarantino lainnya.


Kalau buat saya pribadi, film kedelapan Tarantino ini masih dalam zona OK. Saya suka konsep ceritanya, meskipun saya kurang sreg dengan setting-nya. Saya suka karakter-karakternya yang diperankan dengan baik oleh para aktornya. Salahsatu film bagus di 2015 tapi bukan karya terbaik Tarantino dan Reservoir Dogs masih jadi yang favorit bagi saya. Kalau kamu kurang familiar dengan film garapan Tarantino, mungkin ini bisa jadi membosankan, terutama di 90 menit awal. Bersabarlah, it's worth the wait.

Rating: 7,7/ 10

No comments:

Post a Comment