Jun 3, 2013

The Hangover Part III Review

"I told myself, I would never come back"
Jaman sekarang, kalau ada sebuah film yang sukses dari segi kritik dan finansial, rasanya mustahil kalau Hollywood mengabaikan pembuatan sekuel. Tidak peduli kalau terjadi pengulangan dan malah membuat kritikus muak. Semakin banyak uang yang dihasilkan, semakin banyak pula sekuel yang dimunculkan. Hal inilah yang terjadi dengan The Hangover. Ketika pertama kali dirilis tahun 2009, film komedi karya Todd Phillips ini sukses baik secara kritik dan box office. Tentu saja, premisnya yang terbilang baru untuk sebuah film komedi menjadi film ini terasa fresh. Melihat kesuksesan tersebut, Warner Bros kembali memproduksi sekuelnya, The Hangover Part II, di tahun 2011. Sayangnya, meskipun sudah memindah setting-nya dari gemerlap Las Vegas ke Bangkok yang eksotis, tidak mampu membuat kritikus terkesan. Apalagi cerita yang diusung tergolong pengulangan dari apa yang terjadi di film pertamanya. I mean, who did the same stupid thing twice, huh? Meskipun begitu filmnya memang benar-benar menghibur karena mampu mengocok perut dan akhirnya memperoleh box office yang cukup besar. Maka hasilnya dapat ditebak, film ini dibuat trilogy. And here comes the wolfpack, back to Vegas.

Setelah membuat kekacauan di jalan tol yang menyebabkan dirinya masuk berita nasional, Alan (Zach Galifianakis) akhirnya diketahui sudah tidak minum obat untuk pengobatan mentalnya selama 6 bulan. Ayah Alan (Jeffrey Tambor) yang shock melihat anaknya yang sudah dewasa tapi masih bertingkah seperti anak-anak akhirnya meninggal. Untuk 'mengembalikan' Alan ke 'jalan yang benar', keluarga Alan melakukan intervention, tujuannya tentu saja agar Alan mau dipindahkan ke rumah sakit untuk menyembuhkan kondisi kejiwaannya. Doug (Justin Bartha) meminta bantuan Phil (Bradley Cooper) dan Stu (Ed Helms) agar mau menemani dirinya dan Alan ke rumah sakit karena Doug percaya Phil dan Stu dapat menjadi motivasi Alan untuk pindah ke rumah sakit. Alan pun setuju dan akhirnya mereka berempat berangkat. Namun, di tengah perjalanan, mereka dihadang oleh sekelompok gangster yang dipimpin oleh Marshall (John Goodman) yang meminta mereka menemukan Mr. Chow (Ken Jeong), padahal mereka berempat tidak tahu dimana posisi Mr. Chow. Satu-satunys kunci pencarian ini adalah Alan, yang ternyata sering berkorespondensi dengan Chow. Sebagai jaminan, Doug ditahan dan dalam tiga hari mereka harus menemukan Mr. Chow atau Doug akan ditembak mati.


This time, there's no wedding. No bachelor party. What could go wrong, right? But when the Wolfpack hits the road, all bets are off. Begitulah kalimat yang didengungkan selama promosi The Hangover Part III. Dan memang benar, tidak seperti dua pendahulunya yang cenderung sama, film ketiganya berani mengambil kisah yang berbeda. Harus diakui bahwa, in my opinion, ceritanya cenderung lebih fresh dibanding The Hangover Part II. Menarik benang merah dari film pertamanya, kemudian mengumpulkan kembali seluruh cast-nya dari film pertama, mampu membuat penonton bernostalgia tentang perjalanan wolfpack yang penuh kegilaan selama ini. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa humor yang ditawarkan Todd Phillips tidak berkembang dan masih itu-itu saja, malah cenderung membosankan. Walaupun sebagian besar humornya berhasil mengundang tawa (terutama dari karakter Alan dan Chow), tidak sedikit pula beberapa humor yang jatuhnya malah garing. Semua kegilaan yang mulanya terlihat masuk akal di The Hangover, malah berakhir sangat tidak masuk akal di The Hangover Part III. Oke, seandainya kalimat 'masuk akal' diabaikan, (karena berapa banyak orang sih yang peduli soal masuk akalnya sebuah film?), film ini masih tidak bisa menandingi seri pertamanya. Ending-nya dibuat seolah mengejutkan, tapi tetap saja, semua berlalu begitu saja.

Penempatan karakter pun kali ini benar-benar tidak seimbang. Oke, sejak awal kita tahu bahwa kekuatan utama film ini memang terletak pada karakter Alan yang diperankan Zach Galifianakis. Todd Phillips tahu benar itu, jadi ia benar-benar memberikan porsi yang luar biasa besar untuk Alan. Namun bukan berarti harus menyampingkan karakter Phil dan Stu yang diperankan oleh Bradley Cooper dan Ed Helms. Mereka berdua layaknya hanya 'tempelan' untuk memenuhi layar, benar-benar hanya 'pengawal' untuk karakter Alan. Phil seolah hanya 'pesuruh' Alan dan Stu adalah korban untuk lelucon Alan. Selebihnya, karakter mereka seolah tenggelam. Yah, setidaknya chemistry mereka masih ada. Beruntung Zach Galifianakis masih berhasil memerankan Alan yang polos namun tetap mengundang kelucuan. Begitu pula Ken Jeong sebagai Chow yang cenderung sinting yang menjadi penyeimbang Alan. Keduanya mampu memancing tawa penonton. John Goodman sebenarnya memberikan penampilan yang cukup baik, sayangnya ia hanya mendapat sedikit porsi adegan. Begitu pula penampilan Melissa McCarthy yang cukup menarik perhatian. Selebihnya tidak ada yang spesial.

The Hangover III mungkin tidak sanggup tampil lebih baik dibandingkan The Hangover. Bagi saya, film ini tidak lebih baik dari The Hangover namun masih lebih baik dibanding The Hangover Part II yang sudah tidak mengejutan lagi. Pemilihan cerita yang berbeda, tanpa wedding dan acara mabuk-mabukan, merupakan satu-satunya kelebihan dari film ini. Satu-satunya yang berhasil membuat saya tertawa, mengernyitkan dahi atau bergidik jijik hanya Alan dan Chow, selebihnya tidak ada yang berkesan. Yah apa boleh buat. Film ini memang khusus hanya hiburan semata. Sayang sekali. For those who have a plan to watch this movie, better lower the expectation. Tapi kalau memang sedang ingin tertawa gila-gilaan, mungkin film ini adalah film yang cocok. And better stay for an after-credit scene, scene yang sangat-sangat terbuka untuk kemungkinan sekuel. Oh Hollywood please, don't make them do the same stupid mistakes all over again. Enough the craziness please. Karena jika Hollywood masih nekad, ini akan berakhir seperti kalimat yang pernah saya dengar, it's all fun and games, until it's not.

Rating: 6/ 10

No comments:

Post a Comment