Feb 26, 2013

The Twilight Saga: Breaking Dawn Pt. 2 Review

 "I've never thanked you for this extraordinary life"
Tidak bisa dipungkiri, Twilight telah menjadi salahsatu kisah cinta yang tidak akan mudah dilupakan begitu saja, setidaknya hingga 10 tahun mendatang. Kisah cinta vampire dan manusia yang diangkat dari novel karya Stephanie Meyers ini telah memikat sebagian remaja modern. Bahkan filmnya mengorbitkan nama Robert Pattinson dan Kristen Stewart as the new heartthrob. Selama 5 tahun terakhir, 4 film telah dirilis secara berturut-turut setiap tahunnya dan akhirnya di tahun 2012 ini, kisah ini mencapai akhir melalui Breaking Dawn Part 2 (Yes, the finale was split into two movies). Pertama kali muncul tahun 2008, Twilight memang bukanlah film yang diunggulkan. Tidak ada yang menyangka jika film berbudget rendah tersebut berhasil memperoleh raihan box office sepuluh kali lipat lebih besar dibanding budgetnya. Chemistry antara Pattinson dengan Stewart mampu menyelamatkan film ini, sederhana dengan score yang tepat sehingga terasa begitu romantis. Namun, kualitas yang cukup baik yang dibangun Catherine Hardwicke di Twilight seolah-olah dihempaskan begitu saja oleh Chris Weitz melalui New Moon yang begitu flat. David Slade yang didapuk menyutradarai film ketiganya Eclipse, juga tak mampu membawa performa film ini kembali ke awal. Hingga akhirnya Bill Condon dipercaya meyutradarai film pamungkasnya.

Diceritakan secara langsung bersambung dengan film Breaking Dawn Part 1, diceritakan Bella Swan (Kristen Stewart)  yang berjuang melahirkan bayi hasil hubungannya dengan Edward Cullen (Robert Pattinson) berhasil selamat karena Edward telah mengubahnya menjadi vampir. Maka kehidupan Bella yang baru sebagai makhluk penghisap darah dimulai. Mulai dari usahanya menahan untuk tidak membunuh manusia hingga menyembunyikan kehidupan barunya dari ayahnya. Jacob (Taylor Lautner) dan Edward pun nampaknya sudah melupakan permusuhannya di masa lalu karena Jacob telah mengikat dirinya dengan Renesmee (Mackezie Foy). Namun masalah sebenarnya datang ketika Volturi mendengar soal Renesmee dan menganggap Renesmee adalah immortal child yang secara hukum Volturi harus dimusnahkan. Maka dimulailah usaha keluarga Cullen mengumpulkan vampir dari seluruh dunia guna membuktikan bahwa Renesmee bukanlah immortal child seperti yang dianggap Volturi.



Pembaca novelnya tentu tahu bagaimana kisah ini berakhir. Namun tetap saja, menyaksikan filmnya secara utuh adalah mutlak sebuah keharusan, terutama bagi Twihards. Saga yang secara critical reception lebih banyak menerima cemoohan ini masih membawa suasana yang sama. Beruntung Bill Condon tahu bagaimana mengakhiri saga ini Adegan pertempuran yang merupakan adegan pamungkas benar-benar menjadi kunci utama yang mengangkat keseluruhan film. Padahal semenjak awal film, ada banyak sekali adegan-adegan tidak penting yang jelas digunakan untuk mengisi running time saja. Belum lagi bayi Renesmee yang CGI-nya sangat terlihat. Namun Part 2 ini nampak lebih padat dibanding Part 1 yang sangat bertele-tele di awal. Untungnya karakter yang begitu banyak ditampilkan dengan porsi masing-masing yang pas sehingga tidak tidak ada penumpukan karakter baru.Berbagai karakter vampir (mulai dari Inggris, Canada, Amazon, hingga Mesir) mendapat porsi cerita walaupun scene yang dihadirkan sangat sedikit.

Tidak ada perkembangan akting dari Kristen Stewart dan Robert Pattinson, walaupun mereka kembali menghadirkan chemistry yang di film keduanya sempat hilang.  Pun begitu dengan Taylor Lautner yang hadir dengan akting yang sama seperti film-film sebelumnya. Michael Sheen cukup menjadi penyelamat sebagai Aro yang gila dan begitu obsesif. Dialognya pun sempat terasa sangat datar di awal, walaupun makin lama makin baik seiring durasi. Setidaknya Condon membuka film ini dengan sinematografi yang bagus walaupun sedikit membosankan, sehingga Condon masih mampu menghadirkan aura Twilight versi Hardwicke yang gagal ditampilkan oleh Weitz dan Slade. Ditambah dengan kembalinya Carter Burwell sebagai komposer (yang bagi saya adalah kunci suksesnya Twilight) serta kembalinya Christina Perri dengan A Thousand Years Pt 2 yang memang harus diakui punya tingkat keromantisan yang tinggi pada liriknya. Dan lagi-lagi harus saya katakan bahwa film ini berhasil diselamatkan dengan adegan final battle yang bisa dibilang sedikit twist bagi penonton non reader.


Secara keseluruhan, saga ini berhasil ditutup oleh Condon dengan film yang, syukurlah, berhasil menaikkan kembali derajat saga ini di mata penonton non reader. Tidak epic untuk sebuah finale, namun cukup baik untuk mengakhiri saga yang hampir selalu menerima cercaan dari kritikus.

Rating: 6.5/10

No comments:

Post a Comment